Tuesday, July 22, 2025

[NOVEL] Kim Soyoon and The Legendary Wand [1.2/2] [Bahasa Indonesia ver.]

Di balik kebahagiaanku (dan keluargaku karena selain aku diterima di Yoora, Daejung oppa juga menjadi Prefek Chaeksong – aku senang nanti aku akan dibimbing langsung oleh oppa-ku, well, 90% saudara kandung akan terpilih di asrama yang sama, tentunya aku tidak akan berada di 10% yang tersisa, kan?) ada suatu kekhawatiran yang tersembunyi. Sosok Cha Youngmin terus muncul di kepalaku sejak aku akhirnya bisa mendapatkan ketenangan di kamarku. Kalau aku ke Yoora tahun ini, itu berarti aku harus berpisah dengan Youngmin. Ada kesedihan yang tidak bisa aku jelaskan dengan kata-kata. Lebih baik aku langsung menemuinya.

"Appa, eomma, aku akan ke tempat Youngmin," pamitku pada kedua orangtuaku sebelum keluar dari apartemen.

Aku segera naik ke tangga darurat (tidak perlu naik lift karena unit Youngmin tepat satu lantai di atas unit apartemenku, tiba-tiba aku teringat kekacauan semalam yang mungkin mengganggunya juga) menuju ke unit nomor 602. Aku menekan bel pintunya dan yang membuka pintu adalah sosok Mr Cha yang tampak sedikit bingung ketika melihatku.

"Annyeonghaseyo, abonim," sapaku sambil tersenyum lebar.

"Oh annyeong, Soyoon, masuklah. Ngomong-ngomong apakah appa-mu ada di rumah?"

"Ya, appa akan bertugas di jam malam hari ini."

"Kalau begitu abonim akan menemuinya. Yeobo, aku akan ke tempat Soyoon sebentar."

"Ya, tentu, yeobo," jawab Mrs Cha, "masuklah, Soyoon sayang."

Mr Cha masih terlihat bingung letika meninggalkan unitnya. Mrs Cha juga terlihat agak tidak fokus ketika bergumam akan membuatkan jus untukku dan Youngmin. Youngmin juga tidak terlihat ceria seperti biasanya. Cha Youngmin adalah sahabatku sejak TK. Dia dan keluarganya mulai menghuni apartemen ini satu tahun sebelum dia masuk SD, jadinya kami berteman baik. Di SD-pun akhirnya kami jadi teman satu sekolah (bahkan sempat jadi teman sekelas di kelas 2 dan tahun kemarin juga). Kami sering berangkat dan pulang sekolah bersama. Dialah alasan aku akan merindukan keseharianku di dunia muggle. Apakah dia akan baik-baik saja jika kukatakan aku akan ke Yoora tahun ini?

"Youngmin, ada apa? Ada yang mengganggu pikiranmu?"

Youngmin tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "bagaimana dengan kau sendiri? Kau terlihat murung."

"Ah benar, sebenarnya... ada yang ingin kukatakan padamu."

"Itu sebabnya kau datang, kan? Ada apa?"

"Sebenarnya... umm... itu... aku..." aku menarik nafas panjang dan berkata cepat-cepat, "aku akan berhenti sekolah karena aku akan ke Yoora tahun ini."

Aku berharap dengan berkata cepat-cepat maka itu akan tidak terlalu menyakitkan untuk Youngmin.

Tapi aku mendengar Mrs Cha terkesiap dari arah dapur, "benarkah? Eomonim lega sekali mendengar itu. Berarti Youngmin tidak akan sendirian. Ya sebenarnya dia bagaimanapun tidak akan sendirian karena eomonim bisa menitipkan dia pada saudara-saudarimu dan appa-mu."

Kata-kata Mrs Cha masuk ke telingaku tapi butuh waktu bagi otakku untuk memproses maksudnya. Youngmin tidak akan sendirian? Dengan tangan gemetar, Youngmin menarik keluar amplop pink dari belakang punggungnya. Aku bisa melihat jelas apa yang tertulis di depannya: Cha Youngmin, Chulki Apartment 602, Itaewon, Seoul. Surat dari Yoora! Aku menjatuhkan amplopnya dan mengguncang tubuh Youngmin.

"YOUNGMIN! AKU TIDAK AKAN BERPISAH DENGANMU! KITA AKAN BERANGKAT KE YOORA BERSAMA!" aku berteriak keras, tidak peduli apakah akan mengganggu tetangga.

Akhirnya aku bisa melihat binar bahagia di mata Youngmin saat dia tersenyum lebar.

"KAU JUGA AKAN KE YOORA? KITA TIDAK AKAN BERPISAH?"

"TIDAK, KITA TIDAK AKAN BERPISAH!"

Mrs Cha meletakkan dua gelas jus apel di meja di hadapan kami.

"Syukurlah, kami bingung sekali ketika amplop ini datang tadi pagi. Burung hantunya marah dan mengetuk jendela kami sampai jendelanya retak. Kami tidak tau bahwa manusia biasa bisa menjadi penyihir juga."

"Mereka bisa, eomonim. Para penyihir menyebut mereka muggle-born atau keturunan muggle. Katanya, bisa jadi ada keturunan darah penyihir di silsilah keluarga mereka, atau, mereka hanya berbakat. Apakah pernah terjadi hal aneh sebelum ini, eomonim? Jauh... jauh sebelum ini?"

"Oh yang itu," ujar Mrs Cha yang mata indahnya membulat, "eomonim pernah melihat Youngmin melayang, kira-kira sekitar tiga tahun yang lalu, tapi saat itu eomonim mengantuk dan Youngmin-pun sebenarnya melayang dalam tidurnya. Ketika eomonim menyalakan lampu kamar, Youngmin ada di ranjangnya. Mungkin itu halusinasi jadi eomonim tidak membicarakannya."

"Bakat penyihir! Syukurlah! Eomonim akan mengizinkan Youngmin untuk ke Yoora, kan?"

"Tentu saja! Tapi eomonim dan abonim tidak terlalu mengerti soal dunia sihir ini..."

"Jadi untuk itukah abonim pergi menemui appa?" tanyaku bersemangat.

"Ya. Ada banyak peralatan dan buku yang harus dibeli sebelum tanggal 1 Maret dan kami tak tau menahu soal ini... bahkan uang yang kalian pakaipun kami tak punya."

Aku tersenyum lebar, "jangan khawatir, eomonim. Aku yakin appa akan menjelaskan segalanya pada kalian. Soal buku dan peralatan, kami akan berangkat ke Jishik besok, jadi Youngmin bisa ikut. Kita juga tentu akan berangkat bersama ke Yoora tanggal 1 Maret nanti."

"Jishik? Apa dan dimana itu?"

"Pertokoan sihir yang ada di Hongdae," jawabku sambil tertawa.

"Ada tempat penyihir disana? Tapi kenapa kita tidak pernah tau?"

"Karena tempatnya tersembunyi dari muggle, eomonim. Jangan khawatir, Youngmin akan baik-baik saja."

Youngmin masih tersenyum lebar sambil menggenggam tanganku. Syukurlah, setidaknya aku tidak akan sendirian di tahun pertamaku. Ah tapi benar sepertinya aku memang tidak akan sendirian. Setelah ini aku akan menghubungi Jiwoo. Dia pasti masuk Yoora juga, kan?

***

Kedua orangtua Youngmin masih terlihat cemas ketika aku menjemput Youngmin keesokan paginya. Appa baru pulang bekerja jam lima pagi tapi dia sudah bangun lagi jam setengah delapan untuk sarapan bersama kami. Sesuai perintah appa, kami harus berangkat jam sembilan pagi kalau mau selesai berbelanja sebelum makan malam. Aku tersenyum dan meyakinkan kedua orangtua Youngmin bahwa dia akan baik-baik saja. Jam sembilan tepat, kami semua sudah duduk di mobil SUV hitam milik keluarga kami. Appa di balik setir, Daejung oppa di sampingnya sementara aku, Youngmin, Jungeun oppa dan Jungsook eonni semua muat duduk di bangku tengah meskipun terasa pas-pasan. Mobil kami berjalan perlahan di atas jalanan licin karena semalam turun salju yang cukup deras.

"Kurasa kalau kita akan melakukan ini tahun depan, seseorang harus duduk di belakang karena badan kalian pasti akan membesar," tawa appa saat dia sudah mulai menyetir.

"Yang jelas kaki kami akan memanjang," ujar Jungeun oppa, "dan Youngmin, selamat datang di komunitas penyihir. Jangan khawatir, kami akan selalu membantumu."

"Sebaiknya begitu, Jungeun. Orangtuanya sangat khawatir tentang anak satu-satunya ini. Tapi appa yakin Youngmin akan baik-baik saja."

"Terima kasih, abonim, aku juga berharap begitu."

"Kita sebenarnya bisa ke Jishik dengan bubuk Floo ataupun apparition, tapi sejak kalian belum bisa melakukan apparition sebelum kalian lulus ujian dan berumur 17 tahun," appa menjelaskan sambil tersenyum sejenak pada Daejung oppa, "sayang sekali ujiannya bulan April jadi kau akan ikut ujian saat berumur 18. Dan bubuk Floo belum aman untuk kalian semua kecuali Daejung."

"Oh, aku iri sekali oppa sudah pernah memakai bubuk Floo," keluh Jungsook eonni.

"Apa itu apparition? Apa itu bubuk Floo?" tanya Youngmin dengan wajah kebingungan.

Sepanjang perjalanan yang menghabiskan waktu hampir setengah jam, Youngmin banyak mengajukan pertanyaan yang dijawab kami secara bergantian. Aku tau dia bersemangat, dan akupun lebih bersemangat lagi saat akhirnya mobil kami diparkir di depan Myungkyong Café. Café ini sendiri berada di antara sebuah toko baju dan kosmetik. Tampilannya serba berwarna putih dan interiornya terlihat dari bagian depan Café yang merupakan kaca di sepanjang temboknya.

"Pertokoan penyihir adalah café ini?" tanya Youngmin bingung.

"Tentu bukan," jawabku sambil tertawa kecil, "ini hanya pintu masuknya."

Appa memimpin kami berjalan memasuki café. Café masih cukup sepi di pagi hari, hanya ada satu orang pria muda yang sibuk dengan laptopnya di pojok café, duduk di sofa panjang putih yang empuk. Kami terus mengikuti langkah appa.

"Mau kemana kita?"

"Kita mau ke belakang cafe," jawabku.

Setelah memasuki ruangan belakang, ada anak tangga di sebelah kiri kami yang menuju lantai dua. Kami berjalan setengah mengitari tangga itu. Di bawah tangga ada sebuah rak cukup besar yang berisi piring-piring dan peralatan makan lainnya. Dari balik kemeja yang dibiarkan appa tidak dikancing sepenuhnya sehingga kaos kuning terangnya terlihat dari baliknya, appa menarik keluar tongkat sihirnya – tampak seperti ranting kayu biasa, pendek dengan bagian yang untuk dipegang sedikit lebih besar dari ujungnya yang agak meruncing, tongkat appa terdapat sedikit liukan di bagian bawahnya. Appa mengetuk sebuah piala bening yang terbuat dari kaca, terdengar denting yang merdu, dan rak itu otomatis bergeser, menunjukkan sebuah lorong gelap dan panjang di baliknya. Youngmin terkesiap.

"Tidak apa-apa, Youngmin. Jalan saja terus sepanjang lorong ini. Daejung berjalanlah di depan."

Daejung oppa masuk dengan langkah ringan diikuti aku, Youngmin, Jungeun oppa dan Jungsook eonni sedangkan appa paling belakang. Rak kembali ke posisinya dengan suara yang cukup berisik dan bergema di sepanjang lorong. Hanya berjalan selama dua menit, perlahan cahaya mulai memenuhi lorong ketika kami tiba di ujungnya. Kami seperti masuk ke dunia lain. Meskipun cuaca cukup dingin, Jishik selalu ramai. Banyak sekali orang yang memakai jubah di daerah ini, mungkin muggle akan mengira mereka sedang pesta kostum, padahal orang-orang ini adalah penyihir. Semakin kami berjalan maju, terlihat semakin banyak pertokoan yang padat: toko baju, toko snack, restaurant, café... dan orang-orang ini terang-terangan melambai-lambaikan tongkat sihir mereka. Youngmin terlihat shock saat dia terlalu sibuk menoleh kesana-kemari.

"Jishik sebenarnya tidak begitu besar tapi banyak sekali tempat yang menarik disini," kata Jungeun oppa, "pada dasarnya jalan besarnya hanya berbentuk seperti tanda 'tambah' dengan tambahan dua atau tiga lorong kecil, salah satunya lorong tempat kita akan membeli tongkat sihir. Kalau kita jalan terus ke depan, kita akan melewati rumah sakit tempat appa bekerja dan ujungnya ada pelabuhan tempat kita akan berangkat ke Yoora tanggal satu nanti."

"Bisakah appa menyerahkan semua anak ini padamu, Daejung? Kalian bisa membeli buku dulu dan menunggu appa di salah satu toko hewan peliharaan di dekatnya? Appa perlu menukar uang muggle titipan orangtua Youngmin."

"Tentu, appa. Kalau begitu kami akan ke Hyunneul Bookstore dulu," Daejung oppa mengangguk pada appa.

Ketika tiba di persimpangan jalan, kami belok kiri sementara appa ke kanan.

"Kapan-kapan kami akan membawamu ke Deungjeong – Bank Penyihir, Youngmin. Sekarang kita harus beli buku dulu. Kita akan olahraga sambil membawa buku dan peralatan kita yang banyak itu."

Ada beberapa toko buku di kiri dan kanan kami, tapi Daejung oppa membawa kami ke toko buku yang paling besar dengan papan tulisan besar di atas pintunya Hyunneul Bookstore. Setiap tahun kami selalu kesini untuk berbelanja buku.

"Annyeonghaseyo," sapa kami pada perempuan paruh baya di balik counter.

"Oh, keluarga Kim!" sapa Mrs Hyun sambil tersenyum ramah, "tapi aku tak pernah melihat anak laki-laki tampan ini."

"Cha Youngmin, tetangga kami, Mrs Hyun. Dia dan adikku Soyoon akan masuk Yoora juga tahun ini," jelas Jungeun oppa.

"Akhirnya si kecil ini bergabung juga," ujar Mrs Hyun sambil masih tersenyum, "berikan aku daftar bukunya."

Daejung oppa mengeluarkan secarik kertas berisi daftar panjang buku yang mereka perlukan.

"Banyak sekali bukunya! Oh Daejung, kau akan masuk tahun OWL-mu? Sepertinya kau mengambil hampir semua mata pelajaran!"

Aku dan Youngmin berjalan di dalam toko sambil melihat-lihat buku.

"Jangan sembarangan pegang," aku memperingatkan Youngmin, "beberapa buku bisa berteriak kalau mereka sedang tidak senang."

"Buku di dunia sihir seperti manusia?"

Aku tertawa, "tidak semua. Tapi cukup banyak buku yang misterius. Aku punya satu buku cerita yang bisa bercerita sendiri di rumah. Bukunya berisi dongeng. Tapi kalau dia ngambek, dia tidak akan bersuara sampai seminggu lebih."

Youngmin tertawa bersamaku, "aku mau lihat buku itu nanti."

"Mudah-mudahan aku bisa menemukannya."

Pintu toko buku terbuka – ada suara denting lonceng, dan seorang anak laki-laki masuk bersama seseorang yang tampak seperti appa-nya. Anak laki-laki ini memakai pakaian yang sangat rapi dan sepertinya berada di kasta yang berbeda dengan kami. Sang appa menuju ke counter tempat si perempuan paruh baya sedang memanggil buku-buku agar menumpuk rapi di counter yang masih cukup luas itu.

"Yoora kelas satu, satu set," ujar si appa.

"Oh, dia teman kita," celetuk Youngmin cukup keras karena terlalu bersemangat.

"Apakah kalian murid Yoora juga?" tanya sang appa sambil melihat kami satu per satu.

"Ya, benar, abonim. Adikku dan tetangga kami ini juga kelas satu," kata Daejung oppa sambil menunjukku dan Youngmin.

"Wah, senang sekali aku ketemu teman disini," ucap si anak laki-laki, "aku Lee Youngjae."

"Aku Kim Soyoon," ujarku sambil menundukkan kepalaku sedikit, "ini Cha Youngmin dan mereka semua saudaraku. Daejung oppa di kelas lima, Jungeun oppa di kelas empat dan Jungsook eonni di kelas dua."

"Mudah-mudahan kita akan satu asrama."

"Asrama apa?" tanya Youngmin bingung.

"Oh tidak, kita lupa menjelaskan tentang asrama," kataku sambil menepuk dahiku keras, "nanti kami akan jelaskan."

"Kau tidak tau apa-apa?" tanya Youngjae yang tampak bingung juga.

"Dia keturunan muggle. Ngomong-ngomong soal asrama, kurasa aku akan masuk Chaeksong karena semua saudaraku disana."

"Kurasa kau benar-benar akan masuk Chaeksong. Appa-ku dulu di Chaeksong tapi eomma-ku di Chingeng dan aku tidak punya saudara. Jadi aku tidak yakin akan masuk mana aku. Youngmin juga pasti tidak tau dia akan masuk asrama mana."

"Mudah-mudahan kita satu asrama. Youngmin jadi bisa punya kau sebagai temannya, Youngjae."

"Mudah-mudahan begitu."

"Youngjae, apakah kau mau jalan-jalan bersama teman-teman barumu saja? Ada dua orang hyung dan satu orang noona yang bisa diandalkan juga disini," jelas Mr Lee sambil tersenyum, "appa akan menunggu di Myungkyong sesudah kau selesai berbelanja?"

"Ya appa, akan menyenangkan mengobrol dengan teman-teman baru!" setuju Youngjae.

Mr Lee memberikan kantong uang ke tangan Youngjae sebelum pergi sambil membawa tumpukan buku Youngjae.

"Ayo bawa buku kalian masing-masing," pinta Daejung oppa di depan counter setelah dia selesai membayar.

Jungsook eonni hanya membeli tiga buku baru, Jungeun oppa lima buku, sedangkan kami yang kelas satu punya tujuh buku (dan buku The Enchanted Scroll: Secrets of Ancient Sorcery by Bear Ridge untuk kelas History of Magic sangat tebal dan berat), tapi tidak ada yang bisa mengalahkan sepuluh buku baru yang dibeli Daejung oppa (bahkan ada tiga yang terlihat sangat tebal, salah satunya diikat kencang dengan tali, entah kenapa).

"Kita akan tetap di sepanjang jalur ini. Soyoon, kau akan membeli hewan peliharaan, jadi kau boleh jalan di depan dan masuk ke toko yang menarik untukmu," kata Daejung oppa, "Youngmin dan Youngjae akan membeli hewan peliharaan juga?"

"Aku punya seekor anjing di rumah jenis Labrador Retriever yang sedang hamil, hyung," jawab Youngjae, "mungkin nanti kalau anaknya sudah cukup umur, aku akan membawanya ke Yoora. Toh anjingnya masih harus diukur oleh petugas Yoora."

"Aku tidak terlalu yakin aku telaten dengan hewan peliharaan," ucap Youngmin malu-malu, "aku akan melihat bagaimana Soyoon merawat peliharaannya dulu."

"Baiklah kalau begitu. Jungsook? Eomma bilang kau boleh membeli peliharaan juga kalau kau mau."

"Tidak, oppa. Aku cukup hanya bermain dengan Hyun."

"Baiklah, berarti kita temani Soyoon saja ya."

Aku berjalan menyusuri pertokoan di sebelah kiri. Ada banyak sekali toko hewan peliharaan yang isinya dari hewan normal hingga yang ajaib: ada anjing biasa, ada anjing yang matanya berwarna merah, ada kura-kura yang tempurungnya terbakar, dan berbagai burung hantu dengan segala warna dan ukuran. Aku akhirnya masuk ke salah satu toko setelah tertarik dengan burung hantu berwarna coklat di bagian dalam toko. Burung hantu itu bertengger dengan anggun di atas batang kayu besar di dalam kandangnya. Matanya kecoklatan dan ada aksen bulu putih di sekitar mata, dada dan sayapnya. Ada bintik-bintik seperti salju kecil di bagian atas kepalanya yang berbulu. Dia menoleh dan bertukar pandang denganku. Ukurannya hanya sekitar sepuluh sentimeter lebih, sepertinya dia bisa tumbuh jauh lebih besar dari itu nanti. Aku menyukainya.

"Kau suka yang ini, Soyoon?"

Aku terkejut ketika mendadak appa sudah bergabung dengan kami. Youngjae menyapa appa dan memperkenalkan dirinya dengan ramah.

"Teman baru rupanya. Annyeong, Youngjae," sapa appa, "jadi apakah kita akan membawanya pulang, Soyoon?"

"Ya, appa. Bolehkah aku pelihara burung hantu?" tanyaku ceria.

"Tentu. Appa akan membayarnya."

Tanganku sudah penuh sekarang dengan membawa tumpukan buku di tangan kiri dan sangkar burung hantu di tangan kananku, tapi aku sangat senang. Aku menamai burung hantu jantanku dengan nama Galmi. Salju sudah mulai turun lagi dan membuat Langkah kami semakin berat.

"Galmi sangat tampan," puji Youngjae, "bolehkah sekali-sekali aku pinjam dia kalau aku ingin mengirim surat, Soyoon?"

"Tentu saja!" jawabku ceria, "tapi katanya Yoora juga punya banyak burung hantu pos yang boleh dipinjam."

"Aku punya krisis kepercayaan pada mereka," keluh Youngjae, "burung hantu yang membawa suratku mengeluarkan kotorannya di atas kepalaku."

Aku, Youngmin dan Youngjae tertawa bersama. Youngjae ternyata adalah seorang anak yang menyenangkan juga. Berikutnya kami masuk ke toko jubah Yoon Insoo. Sebelum sempat melihat hal yang lain, mataku langsung tertuju pada seorang anak perempuan yang tubuhnya sedang diukur oleh alat pengukur yang mengukur sendiri. Sang penjahit dan pemilik toko, Mr Yoon, sedang duduk di balik counter sambil mencatat ukuran si anak.

"Park Jiwoo!" seruku sambil berlari ke arahnya.

"Kim Soyoon!"

Rambut hitamnya yang panjang berkibar ketika dia lari menyambutku dan memelukku – alat pengukurnya jatuh setelah tertabrak – sedangkan tanganku yang penuh tak bisa dipakai untuk balik memeluknya.

"Maaf aku tidak bisa ke tempatmu saat liburan karena kami sekeluarga berlibur ke China," keluh Jiwoo setelah melepas pelukannya, "mereka adalah..."

Dan di sekitar kami, saudara-saudara kami sudah saling menyapa. Ya benar, Jiwoo adalah anak bungsu sepertiku. Eonni-nya, Park Kyungok, seingatku sudah di kelas enam tahun ini. Dia cantik dan terlihat berkarisma. Oppa-nya Park Ilsung sudah melakukan hi-five dan berceloteh bahagia dengan Jungeun oppa. Jadi aku bisa mengenal Jiwoo karena Ilsung oppa dan Jungeun oppa adalah teman seangkatan dan satu asrama di Chaeksong. Kyungok eonni sudah menepuk lengan Jungeun oppa.

"Jadi sepertinya kau menjaga kebugaranmu dengan baik selama liburan, beater," canda Kyungok eonni.

"Kau selalu bisa mengandalkanku, kapten."

Ya, Kyungok eonni adalah kapten tim Quidditch Chaeksong sebagai seorang keeper dan kudengar dia sangat handal.

"Oh ya, Jiwoo. Ini tetanggaku, Cha Youngmin dan ini teman baru kami Lee Youngjae. Dan ini Park Jiwoo. Jadi kita semua adalah murid kelas satu."

Aku memang sudah menghubungi Jiwoo tiga hari yang lalu dan dia sama senangnya denganku ketika tau aku akan masuk Yoora.

"Semoga kalian juga masuk Chaeksong, kalau begitu," kata Jiwoo, "karena sudah hampir pasti aku dan Soyoon akan masuk sana."

Aku mengangguk sambil mencoba seragamku. Di sampingku, Youngmin juga sedang mencoba seragamnya. Satu set seragam Yoora untuk murid perempuan terdiri dari lima kemeja putih berlengan panjang, tiga rompi hitam, tiga dasi merah, tiga rok yang sedikit lebar di bagian bawahnya dengan panjang selutut, dua jubah berwarna pink dan dua sepatu berwarna hitam.

"Wah kau cantik sekali dengan seragam itu, Soyoon," puji Jungeun oppa lantang.

Aku tersenyum malu-malu saat melihat pantulan bayanganku di cermin. Tapi aku juga bisa melihat pantulan bayangan Youngmin. Seragam murid laki-laki juga terdiri dari kemeja putih berlengan panjang, tapi rompi mereka berwarna pink, dasi panjang merah, celana panjang hitam dan jubah yang sama dengan murid perempuan, tapi jika jubah murid perempuan punya aksesoris kancing emas, untuk murid laki-laki, ada aksesoris bros keemasan di bagian dada di rompi mereka dan tali pinggang hitam dengan ujung kepala logamnya berwarna emas. Di samping Youngmin, Youngjae juga mencoba seragamnya.

"Kalian juga terlihat tampan dengan seragam itu," puji Daejung oppa pada Youngjae dan Youngmin, "Mr Yoon, bolehkah aku membeli tiga celana baru? Semua celanaku sudah kependekan sekitar lima senti."

Aku melompat-lompat senang bersama Jiwoo saat kami sama-sama mencoba seragam kami. Setelah fashion show kami selesai, hanya tinggal dua toko lagi yang perlu kami kunjungi, yaitu toko peralatan dan terakhir, toko tongkat sihir. Seru sekali tadi berbelanja di toko peralatan karena sekarang tangan kami sudah terlalu penuh oleh kuali dan peralatan merebus ramuan lainnya (kami harus berhati-hati supaya botol kaca di dalam kantong belanja kami tidak pecah); dan tentu tidak lupa juga peralatan menanam (kami perlu berhati-hati untuk tidak memecahkan pot yang tersusun rapi di toko yang sempit dan bau rumput) dan juga alat tulis kami yang luar biasa banyaknya itu (aku membeli tinta yang bisa berubah-ubah warnanya). Karena barang kami sudah sangat banyak, hanya Kyungok eonni yang menemani kami ke toko tongkat sihir sedangkan yang lainnya mulai memindahkan barang-barang kami ke Myungkyong. Sudah jam tiga ketika kami masuk ke toko tongkat sihir Dang's Family Wand – tongkat sihir keluarga Dang yang berada di lorong kecil. Meskipun satu-satunya toko tongkat sihir di Jishik ini letaknya agak terpisah dari toko lainnya, tentu saja toko ini popular karena didatangi hampir semua murid kelas satu Yoora. Aku sudah beberapa kali kesini juga bersama saudara-saudariku. Aku sangat suka dengan tokonya yang terkesan kuno dan bau kayu, tapi tidak dengan debunya.

"Selamat sore halmeoni, kami butuh empat tongkat sihir," sapa Kyungok eonni ramah sambil mendorong kami maju sedikit.

Mrs Dang, seorang wanita di awal usia 80an-nya, tampak mengintip kehadiran kami dari balik koran yang sedang dibacanya. Rasanya agak sedikit menegangkan memilih tongkat sihir karena itu bukan hal yang mudah. Konon katanya, tongkat sihir memilih pemiliknya, bukan pemiliknyalah yang memilih tongkat sihir. Tapi untuk menghasilkan sihir yang baik dan kuat, penyihir dan tongkat sihir harus bersinergi dengan baik. Meskipun begitu, konon katanya lagi, setiap penyihir juga sudah ditakdirkan untuk berjodoh dengan tongkat sihirnya. Masalahnya adalah, banyak sekali tongkat sihir yang dibuat dan butuh waktu sebelum seorang penyihir bisa menemukan jodohnya ini. Jungeun oppa butuh dua jam untuk menemukan jodohnya ini. Mrs Dang yang memang pendiam dan selalu tampak misterius masih terus memandangi kami sambil memanggil tongkat satu-persatu ke depan counter.

"Berbaris yang rapi," pintanya, "tidak, bukan seperti itu. Menghadap ke counter. Jadi kalian langsung bisa mencobai tumpukan tongkat kalian."

Kami saling dorong agar tidak ada yang paling dekat dengan Mrs Dang tapi akhirnya Jiwoo yang kalah. Kami memandangi tumpukan tongkat sihir dalam kotak kayunya yang berdebu di hadapan kami. Di depanku ada lima kotak pipih.

"Tunggu apa lagi? Cobai satu-persatu."

Geragapan karena kaget, kami mulai mengambil masing-masing satu kotak dari tumpukan di depan kami (Youngmin menjatuhkan kotaknya dan membuat Mrs Dang melotot sejenak tapi untunglah kotaknya tidak rusak dan tongkatnya aman di dalamnya). Kyungok eonni sudah duduk di single sofa yang berdebu karena pasti akan lama menunggui kami. Youngjae membuka kotak tongkatnya dengan bersemangat dan mengambil tongkatnya untuk diayunkan. Dia mengayunkannya dalam hentakan dan tumpukan kotak kayu di rak tepat di belakang Mrs Dang jatuh; namun Mrs Dang sigap mengayunkan tongkatnya untuk mencegah kotak-kotak itu menyentuh lantai atau kepalanya.

"Pelan-pelan saja! Dan coba yang lain!"

Aku keasyikan memperhatikan Youngjae sampai lupa mencoba tongkatku. Aku membuka kotaknya dan memegang tongkat yang berornamen meliuk-liuk di bagian tengahnya. Aku mengayunkannya melingkar, tapi tidak ada yang terjadi. Baik, kurasa bukan yang ini. Aku mengambil tongkat yang kedua yang bagian bawahnya agak gendut karena ornamennya disana dan mengayunkannya lagi, tapi tidak ada juga yang terjadi.

"WOW!"

Kami semua memperhatikan Jiwoo yang baru saja berteriak – tongkatnya yang berwarna coklat tua dan berornamen rumit di bagian pegangannya – mengeluarkan bunga api kecil saat dia mengayunkannya.

Untuk pertama kalinya Mrs Dang tersenyum, "10 geum. Itu satu-satunya tongkat dengan inti rambut kelpie yang pernah kami buat."

"Aku tidak tau aku harus senang atau apa tapi... terima kasih, halmeoni."

Jiwoo duduk di lantai di atas karpet sambil menunggui kami. Kelpie sendiri adalah roh penghuni air yang biasa menghuni daerah Skotlandia. Roh ini biasanya mengambil bentuk kuda atau manusia. Mungkin itulah sebabnya Jiwoo kurang senang dan masih memandangi tongkatnya seperti sedang mengikuti lomba saling pandang. Aku mengambil tongkat ketigaku: yang ini agak unik karena tidak hanya kayu tapi ada garis melintang di tengah tongkatnya yang terbuat dari logam perak. Aku mengayunkannya lagi, tapi masih juga tak ada yang terjadi. Mrs Dang baru saja memanggil beberapa kotak tongkat sihir lagi untukku dan Youngmin. Youngjae mengayunkan tongkatnya dengan bersemangat lagi dan membuat pusaran angin di tengah toko yang membuat kami semua kaget.

"Sebentar nak, berhenti mengayunkannya!"

Mrs Dang dengan cepat mengucapkan mantra untuk menghentikan tornado kecil yang dibuat oleh Youngjae sebelum tornado itu sempat bergerak untuk menghancurkan toko.

"Malus domestica – applewood. Inti dittany stalk –tanaman yang bisa menyembuhkan, 14 inchi. tongkatmu sangat pintar. Itu bisamembawamu menuju karir yang berhubungan dengan medis... tapi juga... ah, jadilahpenyihir yang baik," Mrs Dang tersenyum, "keturunan keluarga Lee."

"Bagaimana Anda tau soal itu? Soal aku dari keluarga Lee yang Anda sebut?" tanya Youngjae bersemangat.

Selagi Youngjae mengobrol dengan Mrs Dang, aku sudah mencoba tongkat keempatku yang berwarna hitam pekat dengan ornamen meliuk yang mencuat dalam bentuk setengah lingkaran di bagian bawahnya; lalu tongkat kelimaku yang terlihat sangat mirip dengan pulpen muggle tapi terbuat dari kayu dan keduanya masih tidak terasa hangat di tanganku.

"Ah, maaf!" Youngmin berteriak ketika tongkatnya menyemburkan air ke arah Youngjae.

Mrs Dang dengan santai mengayunkan tongkatnya untuk mengeringkan pakaian Youngjae.

"Itu tongkatmu, nak. . Kesini, nak."

Youngmin mengerjapkan matanya kebingungan sambil mendekat ke Mrs Dang.

"Berjanjilah padaku kalau kau tidak akan pernah melakukan sihir hitam. Sekalipun. Tongkatmu akan menggodamu sedemikian rupa seperti semut yang tidak bisa menolak gula. Kekuatannya akan jadi luar biasa, tapi kau tau... sihir hitam hanya akan membuatmu perlahan membusuk... dari dalam," ujar Mrs Dang misterius, "terbuat dari Populus – kayu aspen karena itu warnanyaputih dan terlihat sangat elegan, bukan? Intinya adalah bulu Rougarou, 10 inchi."

Youngmin memandangi tongkat sihir cantiknya dengan ngeri dan dia tampak pucat ketika duduk di samping Jiwoo. Rougarou... aku tidak tau aku pernah mendengarnya dimana. Aku mengambil tongkat keenamku dengan acuh tak acuh dan merasa putus asa karena menjadi yang terakhir menemukan jodohku. Jangan-jangan kami akan bermalam disini. Aku menghentakkan tongkatku ke depan dengan marah, berharap ini bisa membuat tongkatnya berjodoh denganku. Tapi aku tidak pernah tau apa yang kulakukan ternyata berbahaya: lantai di bawah kami bergetar hebat seolah terjadi gempa beberapa skala richter.

"Argh! Berlindung!" teriak Kyungok eonni sambil melindungi kepala Jiwoo.

Youngjae sudah berlari ke luar toko dalam keadaan panik. Mrs Dang yang biasanya tenang juga tampak panik, tapi karena dia masih memegang tongkat sihirnya, dia mengucapkan mantra asing dan seketika gempa berhenti. Apa itu? Apakah yang terjadi benar-benar gempa? Youngjae mengintip melalui pintu depan, wajahnya tampak pucat.

"Gempanya sudah berhenti? Tapi keadaan di luar baik-baik saja. Apakah ini gempa lokal?"

"Akhirnya kau menemukan tongkatmu, nak. Cedrus – kayu cedar yang menunjukkan kesetiaan,dengan inti dari tanduk horned serpent – ular bertanduk. Tongkat itu sangatunik. Selain setia, tongkatmu juga bisa mendeteksi bahaya. Panjangnya 9 inchi."

Aku tersenyum memandang tongkat hitam sederhana di tanganku: di bagian tengah tongkat terukir ornamen meliuk-liuk yang estetik, dan di bagian bawah dekat dengan pegangan tanganku terukir dua ular kecil yang melingkari tongkat di antara mereka. Telapak tanganku terasa hangat ketika menggenggamnya. Sudah jam delapan malam Ketika Youngjae sudah mengambil tongkat kami untuk diletakkannya di atas meja ketika kami beristirahat sejenak sebelum pulang ke rumah kami masing-masing.

"Tongkat Youngjae paling panjang," ucapku sambil menunjuk tongkatnya yang berwarna coklat muda, "tongkatku lucu sekali bersebelahan dengan tongkat Youngjae karena punyaku yang paling pendek."

"Tongkat siapa ini yang bagus sekali?" tanya Jungeun oppa sambil menunjuk tongkat berwarna putih.

"Tongkatku, hyung," jawab Youngmin sambil tersenyum bangga.

"Tapi aku paling suka tongkat Soyoon," ujar Jungsook eonni sambil menganggukkan kepalanya, "ukirannya terlihat estetik sekali. Dan ada ular kecilnya."

"Pasti semuanya lelah," ujar appa yang baru saja memesan minuman untuk kami semua dan Kyungok eonni membantunya membawakan minuman itu, "simpan tongkat kalian sebelum ada muggle naik ke lantai dua."

Kami mengambil tongkat-tongkat kami dan meraba pakaian kami untuk menemukan celah yang cocok untuk menusukkan tongkat sihir disana. Kami beristirahat sejenak di lantai dua Myungkyong Café.

"Jadi perjalanan kita menyenangkan hari ini? Semuanya sudah dibeli sesuai daftar?"

"Ya, abonim," jawab Jiwoo, "aku tidak sabar untuk menunggu tanggal 1 Maret. Kita harus duduk bersama ya nanti!"

Kami masih berceloteh senang ketika akhirnya eomma Jiwoo menjemput Park bersaudara dan appa Youngjae menjemput Youngjae (yang selalu mendominasi pembicaraan). Aku memandangi sangkar Galmi yang terlihat tenang bertengger di dalamnya. Aku bersemangat menunggu tanggal 1 Maret, tapi juga terus memikirkan soal tongkat Youngmin. Rougarou... aku akan menanyakannya pada appa nanti. Tapi ketika aku punya kesempatan untuk bertanya pada appa, aku malah melupakan inti pertanyaannya.

No comments:

Post a Comment

[NOVEL] Kim Soyoon and The Legendary Wand [2.2/2] [English ver.]

CHAPTER 2 YOORA SCHOOL OF WITCHCRAFT AND WIZARDRY “…up, Soyoon, Pornthip, we are almost there.” I opened my eyes and let out a big yawn when...