“…ngun, Soyoon, Pornthip, kita sudah hampir sampai.”
Aku membuka mataku dan menguap lebar ketika melihat Seunghoon – yang sudah memakai seragamnya – mengguncang tubuhku. Aku rupanya bersandar ke Pornthip selama tidur. Kami berdua menggeliat bangun dan melihat Jiwoo sedang merapikan seragamnya di depan sebuah cermin besar di dekat troli kami dikaitkan. Aku juga perlu merapikan seragamku jadi aku berbaris di belakang Youngmin. Seseorang mengetuk pintu kami dan Seunghoon menggeser pintunya terbuka.
“Harap bersiap-siap dan mengganti seragam… oh, kalian semua sudah memakai seragam. Baguslah. Aku tidak pernah melihat kalian. Kelas satu?”
Seorang eonni yang cantik melongokkan kepalanya melalui pintu kami – aku bisa melihat lencana berbentuk perisai yang berisi anjing berbulu hijau dan di atasnya timbul huruf P keperakan yang berarti Prefek, dan spesifiknya, eonni ini adalah prefek Chaeksong.. Prefek biasanya menjabat di tahun kelima mereka jadi eonni ini pastilah teman sekelas Daejung oppa. Matanya mendadak membulat dan menunjukku.
“Kau adiknya Daejung? Kudengar dia berbicara tentangmu tadi,” sapanya ceria, “ngomong-ngomong tinggalkan saja semua troli kalian disini nanti karena petugas kereta akan mengantarkan semua barang kita termasuk hewan peliharaan ke Yoora. Sampai ketemu nanti!”
Aku belum siap balas menyapanya ketika dia sudah pergi untuk mengetuk pintu ruangan di seberang ruangan kami.
“Kau memang sangat mirip Daejung oppa,” ujar Jiwoo sambil tertawa.
Kami diharapkan duduk sampai kapal benar-benar berlabuh dan saat itu Youngjae juga sudah bergabung kembali dengan kami dalam balutan seragamnya. Kami bisa merasakan hentakan lembut ketika Yoora Cruise akhirnya berlabuh.
“Ayo kita turun,” ajak Youngmin yang menggeser pintu terbuka.
Lorong terasa agak sempit ketika semua murid akan turun dari Yoora Cruise tapi ada beberapa murid yang meneriakkan “pelan-pelan, hati-hati” di atas kepala kami. Aku menginjakkan kakiku di dermaga yang luas dan terlihat basah oleh salju. Langit sudah berwarna oranye gelap ketika aku menghirup udara yang segar sekali. Aku tersenyum. Yoora School… seperti apakah hari-hari di sekolahku nanti?
“Semuanya maju perlahan ya, jangan menghalangi jalan.”
Seorang prefek cantik lain mendahului kami. Jiwoo dan Pornthip sudah mengapit lenganku dan kami berjalan maju mengikuti si prefek. Sepertinya semuanya juga berjalan maju bersamaan dan terasa seperti ada gempa di dermaga.
“Kelas satu maju, kelas lain harap menunggu di barisan belakang, berkelompok sesuai kelas kalian ya,” aku mendengar suara lembut berbicara di depan kami, “biarkan anak kelas satu maju.”
Agak sulit untuk merangsek maju di antara murid-murid lain yang lebih tinggi dan ada yang menabrakku dan membuatku terhuyung nyaris jatuh jika Youngjae tidak menarik lenganku. Sepertinya dua sosok anak laki-laki baru saja menabrakku.
“Kau tak apa-apa?” tanya Youngjae membantuku berdiri tegak.
“Hanya nyaris jatuh.”
“Mengapa mereka tidak minta maaf?” cela Jiwoo sambil mengerutkan keningnya.
“Aku tau siapa mereka: Park Haeseong dan Bae Yongchol. Ayah mereka berdua bekerja di Kementrian Sihir, bahkan ayahnya Park Haeseong menjadi kepala departemen. Mereka sudah terkenal angkuh dari dulu. Semoga aku tidak satu asrama dengan mereka,” ujar Youngjae panjang, “bayangkan tidur dengan teman super angkuh.”
Aku mendengar “ooohhh” yang keras dan sepertinya ada sesuatu yang menarik di depan sana. Kami bertiga bisa menyelipkan diri di celah di antara Pornthip dan Seunghoon yang langsung bergeser ketika kami berusaha berada di barisan paling depan juga. Ternyata yang membuat murid-murid ber-“ooohhh”-ria adalah hewan ajaib yang ada di hadapan kami: Alicorn. Mereka adalah kuda bersayap seperti Pegasus, tapi bedanya adalah mereka punya tanduk seperti Unicorn, dengan kata lain, mereka adalah Unicorn yang bisa terbang, atau Pegasus yang punya tanduk. Semua Alicorn berwarna putih dengan rambut, ekor dan tapal kuda mereka berwarna emas. Ada banyak sekali Alicorn yang berbaris rapi menghadap para murid. Mereka terlihat sangat keren ketika sinar bulan sabit yang membesar malam ini membuat mereka tampak keperakan, ditambah permukaan tanah yang berwarna putih tertutup salju menjadi pijakan mereka, makin membuat mereka tampak seperti hewan dari dunia fantasi. Sepertinya anak tingkat atas tidak begitu kaget dengan Alicorn ini, tapi beberapa anak kelas dua tampak bersemangat. Sesosok wanita cantik berdiri di depan kami: rambutnya agak kecoklatan dan panjang diikat sedikit di bagian puncak kepala, rambutnya lurus sekali, wajahnya cantik dengan bulu mata yang panjang, beliau memakai dress berwarna pink dengan bagian bahu terbuka dan dibalut dengan jubah sihir panjang berwarna putih. Di bagian dada jubah itu ada lambang Yoora School.
“Selamat malam semuanya. Oh ya, anak kelas satu pasti belum mengenalku. Aku Yoo Suji, kalian bisa memanggilku Profesor Yoo, aku akan menjadi kepala asrama tahun ini. Aku yang akan menemani kalian menaiki Alicorn dengan selamat malam ini.”
Seseorang baru saja mengangkat tangannya tinggi ke udara, sepertinya anak tingkat atas yang tampan, yang rambutnya tertata rapi di sisi wajahnya.
“An Hyunjoong?” panggil Profesor Yoo, “ada yang mau kau tanyakan?”
“Kepala asrama mana Anda tahun ini? Apakah kepala asrama kita semua berganti?”
Profesor Yoo tertawa sejenak, terdengar sangat menyenangkan, “kalian semua akan tau nanti. Ayo, anak kelas satu boleh menaiki Alicorn, satu Alicorn dinaiki berdua. Nanti setelah anak kelas satu naik, anak kelas dua juga boleh naik berdua, anak kelas tiga boleh naik berdua tapi hanya murid perempuan. Sisa murid laki-laki kelas tiga dan semua murid lain menaiki Alicorn satu-satu ya.”
Aku menoleh pada Pornthip dan Jiwoo.
“Naiklah bersama Pornthip, aku akan naik ini bersama Seunghoon,” pinta Jiwoo, “kau keberatan, Seunghoon?”
“Tidak sama sekali,” nyengir Seunghoon.
“Kalau begitu aku akan naik dengan Youngmin,” ujar Youngjae.
“Berdiri saja di depan Alicorn di depan kalian, karena mereka peliharaan Yoora, mereka sangat jinak,” jelas Profesor Yoo, “oh, jangan tertawa. Meski Alicorn terlihat baik-baik saja, yang liar bisa menanduk kalian. Kalau tidak percaya, silakan baca di buku.”
Pornthip dengan sangat berani maju mendekati Alicorn terdekat. Begitu kami melangkah, Alicorn di depan kami langsung duduk, seolah mempersilakan kami untuk memanjati tubuhnya.
“Kau keberatan kalau aku duduk di depan?” tanya Pornthip sambil meraba-raba Alicorn, berusaha tidak mencabut rambutnya ketika naik.
“Tidak, silakan.”
“Tidak apa-apa untuk menjambak rambut mereka sedikit, nak. Mereka tidak gampang marah. Tapi nanti ketika sudah di udara, anak yang depan peluk saja leher mereka dan anak di belakang peluk pinggang anak di depan ya,” ujar Profesor Yoo yang baru saja melewati kami.
“Kenapa kita tidak jalan kaki saja… eh… Profesor Yoo?” tanya Seunghoon.
Seunghoon dan Jiwoo menaiki Alicorn dengan Jiwoo di depan, dan Alicorn mereka baru saja berdiri di sebelah Alicorn kami. Professor Yoo tertawa, sepertinya beliau sangat ramah.
“Apakah kau bisa melihat sesuatu dari sini, nak? Yoora masih sangat jauh. Mari kita asumsikan kita berjalan kaki, mungkin akan butuh tiga jam untuk sampai kesana. Tentunya kau tidak ingin melewatkan makan malam?”
“Tidak, aku sudah lapar, Profesor.”
Butuh waktu sekitar sepuluh menit sebelum semua murid menaiki Alicorn mereka, dan seolah memang sangat terlatih, Alicorn itu tau bagaimana berbaris sesuai dengan murid tingkat berapa yang menaiki mereka. Aku sempat melihat sekilas Jungsook eonni menaiki Alicorn dengan seorang murid laki-laki. Aku ingin mencari oppa-oppaku yang lain tapi untuk mencari Jungeun oppa saja rasanya sudah sulit (berarti dia ada di barisan keempat) apalagi mencari Daejung oppa. Perhatianku teralih dengan Profesor Yoo yang menaiki Alicorn paling depan dengan kedua kakinya diletakkan di satu sisi tubuh Alicorn, duduk dengan anggunnya.
“Gila, Profesor Yoo anggun dan cantik sekali,” bisik Pornthip, “mengajar apa ya dia?”
Sebelum aku sempat menjawab ‘tidak tau’, suara Profesor Yoo sudah terdengar lantang dan membuat para murid yang masih berceloteh, terdiam.
“Dan mari kita berangkat, menuju Yoora School!”
Serentak, seperti ada gempa bumi lagi, Alicorn menjejak ke tanah, dan sekejap kemudian kami sudah ada di udara. Sayap Alicorn mengayun anggun membawa mereka melayang dengan aman di udara. Aku memeluk pinggang Pornthip supaya aku tidak merosot jatuh… tapi kurasa sekalipun aku akan jatuh karena tubuhnya yang licin, kakiku akan tersangkut di sayapnya dulu. Aku menengadah ke langit dan melihat bulan dan bintang tampak seperti dalam genggamanku.
“Wah, ini keren sekali!” seru Pornthip lantang.
Aku setuju dengannya. Alicorn terbang dengan kecepatan yang aman sehingga kami bisa menikmati angin malam yang sejuk. Aku melihat ke bawah dan ada sinar-sinar temaram yang sepertinya dari desa penyihir yang disebut-sebut Youngjae, berlatarkan permukaan salju, seperti di negeri dongeng. Jauh di belakang sana, Yoora Cruise sudah tidak tampak lagi. Alicorn terbang dengan stabil seolah mereka hanya menderap di udara. Rasanya benar-benar luar biasa!
“Dan selamat datang… juga selamat datang kembali, di Yoora School!”
Dan aku mendengar “waaa” dan “oooh” yang lantang – bahkan dari mulutku sendiri, ketika melihat Yoora School untuk pertama kalinya jauh di depan sana. Aku bisa melihat beberapa menara dengan tinggi yang berbeda-beda, dan beberapa bangunan yang lebih pendek, beberapa di antaranya bersinar karena cahaya lentera. Atap-atap bangunan dan Menara di Yoora School tertutup salju yang cukup tebal. Yoora School tampak seperti komplek istana yang besar. Tapi aku masih tidak bisa melihat dengan jelas karena Alicorn berbelok ke kanan dengan cukup tajam sebelum menukik turun – agak sedikit tidak menyenangkan. Akhirnya Alicorn mendarat dengan anggun dan mengikuti Profesor Yoo, kamipun turun dari Alicorn. Untuk pertama kalinya aku bisa melihat Yoora School dari depan: ada gerbang besar yang terbuat dari besi berwarna hitam dan di bagian atasnya tertulis: Yoora School of witchcraft and wizardry. Benar sekali sepertinya Yoora ini tampak seperti komplek istana yang sangat besar, dan yang mengelilinginya adalah semak belukar yang dipotong rapi dengan tinggi sekitar satu setengah meter. Kenapa aku bisa bilang Yoora seperti komplek istana? Itu karena bangunan yang kulihat – meski tidak begitu jelas – termasuk menaranya, semua beraksitektur kuno, seperti bangunan tradisional di istana. Sekarang aku makin yakin karena tidak jauh dari gerbang, ada sebuah bangunan tradisional yang besar sekali, aku penasaran apa fungsinya.
“Sekarang semuanya bisa masuk ke aula utama dengan tenang. Anak kelas satu bisa terus mengikutiku. Untuk anak kelas atas, jalanlah di belakang kami.”
Profesor Yoo mengangkat tongkat sihirnya yang bercahaya tinggi-tinggi dan memimpin kami masuk. Kami sudah berjalan melewati gerbang dan sekarang berjalan di jalan berbatu yang rapi, yang sepertinya baru saja dibersihkan dari tumpukan salju dan sepertinya tidak akan membuat kami tersandung. Akhirnya aku bisa melihat papan nama di bagian atas bangunan besar yang paling depan ini: jongdang – main hall. Sebenarnya aku pernah tanya pada oppa dan eonni soal seperti apa Yoora School tapi mereka selalu bilang ada alasan kenapa buku apapun tidak pernah mendeskripsikan dengan jelas tentang penampakan fisik Yoora School, yaitu untuk alasan keamanan. Jadi sekarang aku bisa mengalaminya sendiri – dan akan melihatnya lebih jelas besok ketika matahari sudah terbit. Begitu Profesor Yoo menaiki undakan tangga bersalju, pintu besar yang terbuat dari kayu langsung terbuka seolah menyambut kami. Aku bisa mencium bau kayu kuno yang kusuka ketika memasuki main hall. Di kanan-kiri kami awalnya hanyalah ada banyak lentera yang bercahaya oleh lilin di dalamnya, ternyata kami berjalan di sejenis aula depan yang sempit. Ada sesuatu yang menarik perhatianku yaitu empat jam pasir besar di sisi kiri aula depan. Jam pasir itu tidak berisi pasir tapi berisi bebatuan seperti berlian dengan masing-masing warna yang berbeda: merah, hijau, biru dan oranye. Semua berlian itu terletak di bagian atas jam pasirnya, sedangkan di bawahnya masih kosong.
“Jam pasir berisi point asrama,” ucap Profesor Yoo singkat, seolah membaca pikiran anak-anak.
Kami belok ke kanan dan memasuki ruangan yang lebih besar yang pintunya sudah terbuka: ada lebih banyak lentera di ruang persegi besar ini, dengan empat meja panjang tersusun vertical, dan ada sebuah meja panjang di depan sana yang berada di atas beberapa anak tangga sehingga tampak tinggi yang menghadap aula depan. Ada beberapa orang yang duduk di meja panjang yang di depan dan aku menduga mereka semua adalah guru, karena mereka tampak dewasa, memakai jubah yang ada lambang Yoora, dan beberapa memakai topi kerucut khas penyihir. Di bagian pojok kanan ruangan, tepat di sebelah meja panjang guru berakhir, masih di atas anak tangga, ada sebuah perapian kuno yang apinya menyala. Oh, mungkin itu Perapian Abadi tempat kami akan diseleksi nanti. Aku nyaris menabrak Profesor Yoo saat dia berhenti di depanku – Pornthip menarik lenganku. Professor Yoo berbalik dan menghadap para murid.
“Anak kelas satu, silakan berbalik.”
Rasanya aneh sekali berbalik dan melihat murid-murid lainnya sudah duduk di empat meja, yang beberapa kursi di bagian terdekat dengan meja guru disisakan kosong. Rasanya seperti menghadapi pengadilan, meskipun murid-murid disana berusaha tersenyum ramah. Aku baru menyadari ada taplak meja yang berbeda di setiap meja panjang itu: yang berwarna merah di paling kanan, di sebelahnya hijau, lalu biru, dan yang di ujung kiri berwarna oranye. Oh, inikah meja panjang tempat dimana kita akan selalu duduk untuk makan bersama teman dari satu asrama?
“Baiklah, sebelum kita mulai makan malam, acara seleksi akan dilangsungkan,” ujar Profesor Yoo dari belakangku.
Aku menoleh dan melihat Professor Yoo berjalan menuju Perapian Abadi dengan memegang satu perkamen panjang. Dia berdiri di samping Perapian Abadi.
“Ketika nama kalian disebut, majulah dan masuk ke Perapian Abadi. Ingat, tak ada yang perlu ditakutkan. Setelah asrama kalian ditentukan, langsung duduk di kursi kosong sesuai asrama kalian. Merah untuk Sinsol, hijau untuk Chaeksong, biru untuk Chingeng dan oranye untuk Gongjong. Semua siap?”
Tidak ada yang menjawab, kurasa semua anak merasa tegang sekarang, bahkan murid kelas ataspun semuanya tampak tenang.
“Bae Yongchol.”
Aku mengenalnya sebagai si penabrakku yang kata Youngjae adalah anak dari appa yang bekerja di Kementrian Sihir. Terdengar sedikit kasak kusuk di meja Sinsol ketika Yongchol maju dengan tenang dan masuk begitu saja ke Perapian Abadi. Sosok Yongchol tak tampak lagi dari tempatku berdiri seolah dia dimakan api… dan kami semua menanti… satu detik… dua detik… tapi aku mendengar suara bergema di seluruh aura dan api berubah warna menjadi merah terang pada detik kesepuluh hitunganku.
“Sinsol.”
Aku mendengar suara misterius dan dalam milik seorang pria yang entah dari mana asalnya. Meja Sinsol tampak meriah ketika semua muridnya bertepuktangan dan dari tengah meja, kulihat gadis yang cantik sekali berdiri dan bersorak senang ketika Yongchol bergabung dengan mereka. Lamunanku terputus ketika Profesor Yoo memanggil nama berikutnya.
“Boo Chihun.”
Anak laki-laki yang berdiri paling ujung kanan maju – nyaris berlari saking semangatnya – dan langsung ditelan perapian. Aku melihat Profesor Yoo tersenyum sedikit. Chihun keluar lebih cepat dari Yongchol ketika apinya berubah biru dan suara misterius meneriakkan “Chingeng”. Kali ini meja Chingeng yang bersorak menyambut Chihun. Anak berikutnya – perempuan - yang bernama Byeon Minkyung juga bergabung dengan Chingeng.
“Cha Youngmin.”
Aku menahan nafasku sementara Youngmin – yang tampak sangat gugup – masuk ke Perapian Abadi. Hampir sepuluh detik dia di dalam sana dan akhirnya… api berubah menjadi oranye.
“Gongjong!”
Aku sedikit kecewa karena kemungkinan besar aku akan berpisah dengan Youngmin, berbeda kontras dengan sambutan meriah dari meja Gongjong yang mendapatkan anak kelas satu pertama mereka. Aku hanya berharap Youngmin bisa menemukan teman yang baik nantinya. Anak berikutnya yang dipanggil rupanya punya nama yang cukup unik, Huang Renxian – yang kusadari sepertinya seorang Chinese – tampak sangat muda seolah belum cukup umur 10 tahun. Perapian Abadipun menelannya dan untuk pertama kalinya malam ini, api berubah warna menjadi hijau. Chaeksong juga mendapatkan murid pertama mereka. Aku bisa melihat Jungeun oppa dan Ilsung oppa melompat senang dari meja Chaeksong. Murid perempuan berikutnya, Hwang Soyoung masuk ke Chingeng; murid laki-laki Kan Hosung dan Keum Minsu menjadi teman Youngmin di Gongjong (sepertinya mereka cukup ramah) dan berarti jatah murid laki-laki Gongjong tinggal dua lagi; Kim Doja dan Kim Kwangjo, keduanya laki-laki, masuk ke Chingeng; Kim Sarang akhirnya menjadi murid perempuan pertama yang masuk ke Chaeksong.
“Kim Soyoon.”
Aku merasa semua mata memandangku dan rasanya tidak nyaman sekali menaiki tangga batu ini, aku merasa nyaris jatuh saking tegangnya. Sempat ragu satu detik di depan Perapian Abadi, aku memberanikan diriku melangkah ke api yang tidak terasa panas ini. Ternyata perapiannya tidak sesempit yang kukira karena aku bisa berbalik menghadap ke luar, meskipun aku seperti dibutakan dan tidak bisa melihat apapun selain api yang berkobar di sekelilingku.
“Kim Soyoon. Tentu kau tau kemana kau akan pergi, bukan?”
Ada suara yang berbicara denganku, suara yang sama dengan yang meneriakkan nama-nama asrama.
“Chaeksong, kan?”
“Ya, kau akan kesana. Hari-harimu di Yoora tidak akan seperti yang kau bayangkan, tapi aku yakin kau akan baik-baik saja. Jadi kau siap?”
Sebelum aku sempat menjawab, aku mendengar “Chaeksong” bergema di luar sana. Aku tidak bisa berpikir apa yang dimaksud Perapian Abadi dan melangkah seperti orang bingung ke meja Chaeksong dan duduk di sebelah Huang Renxian yang menepuk pundakku senang.
“Kita teman sekamar!” seru Kim Sarang yang duduk di seberang Renxian, tersenyum lebar.
Aku berusaha berkonsentrasi lagi ke barisan anak kelas satu karena banyak temanku yang masih ada disana. Murid laki-laki Kim Jaeyong masuk ke Chingeng – yang berarti jatahnya sudah hampir penuh; murid perempuan Kim Kyungjin masuk ke Gongjong; murid perempuan lainnya Kim Miyung masuk ke Chingeng; lalu murid perempuan Lee Eunju masuk ke Chingeng; murid laki-laki Lee Hyunwoo masuk ke Gongjong – jatah murid laki-lakinya tinggal satu lagi; lalu Lee Kyubong bergabung ke meja kami dan duduk di sebelah Kim Sarang. Aku hanya sempat tersenyum pada Kyubong karena acara seleksi masih berlangsung. Murid perempuan Lee Minju masuk ke Chingeng (dan kuota murid perempuan mereka berarti tinggal satu lagi); dan akhirnya nama Lee Youngjae disebut. Aku menahan nafas, berharap Youngjae masuk ke Chaeksong tapi juga berharap dia bisa ke Gongjong menemani Youngmin.
“Chaeksong!”
Youngjae berlarian untuk duduk di sebelahku di meja Chaeksong. Dia cepat-cepat berkenalan dengan Renxian.
“Teman sekamar, aku Lee Youngjae!”
Belum sempat aku mengobrol dengan Youngjae, murid laki-laki Lee Youngsoo akhirnya masuk ke Sinsol (mereka baru mendapatkan dua murid sejauh ini). Masih ada 20 murid lain yang belum diseleksi. Ma Haeun menandakan asrama perempuan Chingeng sudah penuh sedangkan Min Jinsang menandakan asrama laki-laki Gongjong sudah penuh, itu tandanya Youngmin tidak akan dapat Seunghoon di asramanya. Park Daejung baru saja memenuhi asrama laki-laki Chingeng dan sejurus kemudian Park Haeseong bergabung dengan kami untuk duduk di sebelah Kyubong. Dia sebenarnya sangat tampan dan manis, tapi dia tampak tidak ramah. Youngjae mencibir ketika dia duduk.
“Park Jiwoo!”
Jiwoo masuk perapian dengan bersemangat dan keluar hampir sepuluh detik setelahnya untuk bergabung dengan “Chaeksong” – ujar suara misterius itu. Jiwoo berlarian dan duduk di sebelah Youngjae.
“Senang sekali aku disini!”
Anak perempuan yang bernama Park Sarang masuk ke Gongjong dan anak laki-laki Park Yonggi masuk ke Sinsol. Tibalah sekarang giliran Phayao Jurangkool. Namanya saja sudah cukup membuat mata semua orang tertuju padanya. Masih ada Gongjong, Sinsol dan Chaeksong… aku berharap Pornthip di Chaeksong…
“Chaeksong!”
Pornthip berteriak senang sambil berlarian untuk duduk di sebelah Haeseong. Murid laki-laki Pyo Jongsu masuk ke Sinsol.
“Jatah asrama kita tinggal satu cowok dan satu cewek lagi,” ujar Jiwoo sambil melihat dua kursi yang tersisa di meja kami, “semoga salah satunya Seunghoon!”
“Seo Seunghoon!”
Seunghoon melangkah pasti ke dalam perapian yang agak cukup lama meneriakkan “Chaeksong” dan dia berlarian untuk duduk di sebelah Jiwoo. Haeseong tampak agak sedikit terganggu karena kami berteriak dan melompat bersama Seunghoon. Seleksi hampir berakhir karena hanya ada sembilan anak yang tersisa: Seon Minjung masuk ke Gongjong; Shim Jungeun masuk ke Sinsol; kursi terakhir Chaeksong diisi oleh Shin Yunsoo; So Soyun masuk ke Gongjong dan sisa lima anak perempuan lainnya Ta Hawoon, Wang Hasun, Won Heejin, Ye Yunso dan Yu Taeyun semua masuk ke Sinsol. Di satu sisi, aku merasa sedih terpisah dengan Youngmin. Tapi bagaimanapun aku tetap berharap Youngmin bisa tetap menikmati masa sekolahnya. Murid-murid berceloteh ramai sebentar sebelum seorang wanita yang duduk di tengah meja panjang berdiri. Seketika suasana hening dan aku merasakan aura hormat yang tinggi terhadap beliau. Memang ada aura wibawa yang sangat kuat dipancarkan oleh beliau. Aku pernah mendengar Daejung oppa menyebutnya, Song Sunja, kepala sekolah yang baru tahun ketiga menjabat tapi sudah menjadi kepala sekolah Yoora yang termuda, karena selama ini kepala sekolah semuanya berumur lebih dari 50 tahun dan hanya beliau yang masih berumur 42 tahun. Rambutnya panjang berombak dan di bagian tengah kepalanya rambutnya sedikit diikat dan menyisakan sedikit poni panjang di sisi wajahnya, memakai gaun berlengan panjang berwarna hitam dan dibalut jubah berwarna ungu tua. Luar biasa cantik.
“Selamat datang untuk murid kelas satu Yoora School dan selamat datang kembali untuk murid tingkat atas.”
Suaranya dalam dan menenangkan, sungguh penuh wibawa. Semua murid bertepuk tangan meriah dan akupun ikut bertepuk tangan.
“Aku tak ingin memberi kata sambutan yang panjang, hanya sebatas mengenalkan kepala asrama kalian. Kalian akan bertemu guru masing-masing ketika kalian mulai belajar di hari Senin. Silakan berdiri, kepala asrama Chaeksong, Lee Seungwoo.”
Aku sedikit mengangkat tubuhku supaya bisa melihat Profesor Lee: dia tampak masih muda sekali, matanya sipit dan hidungnya mancung, sorot matanya tajam dan wajahnya tirus, kukira beliau menyeramkan tapi senyumnya sangat cerah, rambutnya agak sedikit bergelombang, memakai kemeja polos berwarna putih dan celana panjang berwarna senada, jubahnya berwarna hijau yang sama seperti warna hijau Chaeksong. Beliau mengangkat tangannya dan melambai ramah.
“Dan berikutnya, kepala asrama Chingeng, Lee Seunghyeon. Beliau adalah wakil kepala sekolah juga selain mengajar beberapa pelajaran lain.”
Aku terkejut karena Profesor Lee Seunghyeon terlihat cukup muda juga, matanya yang berupa double eyelid terlihat dalam dan bibirnya memesona, entah ada sesuatu dalam dirinya yang menunjukkan dia tidak sepenuhnya orang Korea, rambut lurusnya dibiarkan agak jatuh, memakai kemeja putih dan celana panjang berbahan jeans berwarna biru muda, jubahnya berwarna biru khas Chingeng.
“Dan berikutnya, kepala asrama Gongjong, Seo Seohee.”
Seorang wanita yang duduk di sebelah kiri Profesor Lee berdiri. Profesor Seo tampak anggun dengan rambut panjang lurusnya dibiarkan tergerai, beliau tersenyum tipis kepada semua orang, memakai gaun putih dibalut jubah oranye khas Gongjong. Beliau tampak seperti bangsawan.
“Dan… kalian sudah bertemu beliau tadi. Kepala asrama Sinsol yang baru, Profesor Yoo Suji.”
Profesor Yoo melambaikan tangannya dengan ceria saat semua orang bertepuktangan dan meja Sinsol bertepuktangan dengan paling meriah. Aku melihat ke sepanjang meja panjang dan penasaran pada sosok guru mana yang akan mengajarku nanti.
“Aku juga harus mengenalkan kedua Ketua Murid kita yang menjabat tahun ini. Silakan berdiri di tempat kalian. Ketua Murid laki-laki, Jung Hyunjun dari Chaeksong.”
Perhatianku teralih ke ujung meja kami yang paling jauh dimana disitu berdiri seorang anak laki-laki kelas tujuh yang rambut pendeknya dibiarkan jatuh ke wajahnya, senyumnya membuatnya tampak ramah dan aku punya perasaan oppa ini pastilah seorang kutu buku, atau setidaknya, dia pastilah pintar.
“Wah, dia tampan sekali,” puji Kim Sarang.
“Dan Ketua Murid Perempuan, Park Doona dari Gongjong.”
Aku menoleh cepat ke meja Gongjong dimana seorang murid perempuan kelas tujuh berdiri, rambutnya panjang bergelombang dan tubuhnya sangat imut. Aku melihat lencana HG – head girl berwarna emas di jubahnya, sedangkan HB – head boy di jubah Jung Hyunjun. Sungguh pasangan ketua murid yang indah untuk dipandang.
“Akan ada beberapa pesan yang kusampaikan… tapi itu bisa menunggu setelah perut kita kenyang. Selamat makan!”
“Wah!” aku berteriak kaget ketika piring dan mangkuk di depanku semua mendadak terisi.
Meja kami mendadak penuh oleh makanan dalam berbagai jenis: ada kimchi, kimbap, japchae, burger, lasagna, mac and cheese, steak sapi dan kambing, dan berbotol-botol butterbeer. Kulihat di meja panjang sebelah yang dihuni anak tingkat atas juga mendapat menu yang sama.
“Tepat di bawah ruangan kita ini ada dapur, jadi makanan tinggal dikirimkan ke atas,” jelas Sarang sambil mengambil satu burger.
Aku tidak pernah merasa selapar ini, tapi tidak ada yang bisa mengalahkan Lee Kyubong dalam hal makan. Dia sepertinya sudah mencicipi semua jenis makanan ketika tiba-tiba pai, beberapa kotak pepero dan beberapa bungkus choco pie muncul menggantikan makan malam.
“Untung aku sempat ambil lasagna-nya lagi,” ujar Kyubong lega.
Perhatianku teralih dari pepero rasa coklat yang baru kuambil ketika Jung Hyunjun berdiri di ujung meja dekat rombongan kelas satu.
“Annyeong, aku Jung Hyunjun. Seperti yang kalian sudah tau, aku Ketua Murid. Aku terutama menangani asrama Chaeksong dan Chingeng,” suara Hyunjun terdengar lembut dan ramah, “aku akan mengenalkan Prefek asrama kita. Daejung, Minji, bisa kesini sebentar?”
Aku tersenyum lebar saat Daejung oppa bergabung dan berdiri di sisi Hyunjun. Dia mengulurkan tangannya untuk mengelus puncak kepalaku sambil tersenyum.
“Oh, benar kan, dia adikmu? Aku sudah menduganya! Dia mirip sekali denganmu!”
Dan rupanya dia Prefek perempuan yang memanggil kami di Yoora Cruise tadi.
“Oh, dia adikmu? Annyeong,” sapa Hyunjun padaku yang membuatku salah tingkah, “baiklah. Ini Kim Daejung, dan yang ini Jo Minji, mereka berdua adalah Prefek kita. Kalau kalian punya kesulitan apapun, langsung cari mereka ya. Meskipun mencari mereka mungkin agak sulit. Daejung suka ke perpustakaan, Minji suka…”
“Di sekitar Blessed Fountain,” tawa Minji.
“Ya, atau cari saja aku, atau siapapun di kelas atas kalau kalian butuh bantuan. Malam ini, untuk ke asrama kita, ikutilah petunjuk mereka dan jangan berpencar. Yoora sangat besar dan kita semua sudah lelah hari ini, jadi jangan beri kita kegiatan ekstra, ya.”
Kami mengiyakan Hyunjun dengan sopan.
“Kita akan berangkat setelah Profesor Song selesai dengan pidato singkatnya. Ayo selesaikan snack kalian sebelum snack-nya menghilang,” ucap Daejung oppa, mengingatkan.
“Kami akan tunggu kalian di luar Main Hall ya, jangan jalan terpisah sendirian,” Minji eonni juga mengingatkan.
“Setelah kenyang begini,” ujar Youngjae yang mulutnya penuh choco pie berucap, ketika Hyunjun, Daejung oppa dan Minji pergi, “rasanya aku hanya mau tidur. Tapi butuh waktu juga untuk ke asrama kita dan aku tidak bisa pergi sendirian kesana, setidaknya, malam ini.”
“Semoga asrama kita tidak jauh dari Main Hall,” ujar Seunghoon yang menguap lebar sekali.
“Tapi dari top secret yang kudengar, asrama kita yang paling dekat dengan Main Hall.”
“Oh benarkah?”
Tiba-tiba Profesor Song berdiri lagi dan suasana hening kembali.
“Aku harap semuanya sudah makan sampai kenyang. Hanya sedikit yang mau kuingatkan. Murid-murid tidak boleh keluar kompleks sekolah tanpa izin apalagi memasuki hutan yang ada di sebelah timur sekolah kita. Murid kelas tiga ke atas boleh mengunjungi Hwatam Village yang ada di sebelah barat dan Nupu Village di sebelah selatan sekolah kita saat akhir pekan Sabtu dan Minggu, dan pulang sebelum jam malam diberlakukan. Jika kalian perlu diingatkan, silakan tanya Prefek dan Ketua Murid,” jelas Profesor Song dengan suaranya yang menenangkan, “kelas akan dimulai hari Senin, jadi kalian punya waktu dua hari untuk bersantai, terutama murid kelas satu, kalian bisa mengenal sekolah selama akhir pekan ini. Besok Prefek dari masing-masing asrama akan membawa kalian untuk mengikuti tur, silakan atur jam tur kalian sendiri. Jadwal pelajaran akan dikirimkan ke kalian besok pagi saat sarapan. Sekarang, kurasa, kita semua perlu istirahat. Semuanya kembali ke asrama kalian masing-masing dan selamat beristirahat.”
“Ayo,” ujar Pornthip, menyadarkan lamunanku.
Murid-murid sudah mulai berdiri dari kursi mereka dan menimbulkan suara derit dimana-mana. Aku berjalan diapit Pornthip dan Jiwoo, berjalan mengikuti Kyubong di depan kami. Rasanya ramai dan agak sesak ketika kami semua akan keluar bersama-sama dari Main Hall. Aku melihat Daejung oppa dan Minji berdiri dan melambai tak jauh dari depan gerbang Main Hall.
“Chaeksong kelas satu, kesini!” panggil Daejung oppa.
Kami bertiga bergegas ke sisi Prefek kami. Minji menghitung kami yang kecil-kecil ini dengan mudah.
“Oke, sudah ada sepuluh disini,” ujar Minji, puas.
“Baik, besok kita akan tur mengelilingi sekolah… kurasa jam sepuluh pagi. Kau tidak keberatan, Minji?”
“Tentu. Kita bertemu disini saja jam sepuluh besok ya. Untuk sekarang, kami akan menunjukkan jalan menuju asrama Chaeksong yang ada di bawah tanah.”
“Asrama kita ada di bawah tanah?” tanyaku, tak pernah mendengar siapapun di keluargaku menyebut ini.
“Tentu saja, adik kecilku. Karena Cerberus tinggal di bawah tanah, kan?” tawa Daejung oppa, “yang perlu kalian ketahui, pertama, ada dua jalan masuk ke asrama Chaeksong, yaitu dari permukaan, ataupun dari bawah tanah.”
“Di bawah ini,” jelas Minji sambil menghentakkan kakinya ke jalan berbatu di bawah kami, “ada lima lantai ruang bawah tanah yang terkoneksi dengan beberapa bangunan lain – kami akan jelaskan bangunan yang mana saja itu besok, karena kita tidak akan bisa melihat dengan jelas malam-malam begini.”
“Minji benar. Di lantai bawah Main Hall ada dapur, lalu empat lantai di bawahnya sebenarnya tidak terlalu terpakai jadi kalian tidak perlu berekreasi kesana karena lorongnya gelap dan tidak ada penerangan sama sekali. Nah koridor di lantai satu di luar dapur mengarah ke asrama Chaeksong jika kalian berjalan terus ke Timur.”
“Kurasa besok kita ajak mereka lewat bawah saja, Daejung. Untuk malam ini, kita akan mengikuti jalan berbatu ini. Singkatnya, jalan berbatu ini mengarahkan kita ke enam bangunan utama di Yoora School.”
“Ya, bangunan itu adalah Main Hall, Quidditch Stadium – Sarang terkesiap dan terdengar bersemangat – lalu keempat asrama. Jadi istilahnya bagaimanapun kalian tersesat, ikuti jalan utama dan kalian akan sampai ke salah satu tempat ini.”
“Ayo kita kitari Main Hall.”
Mengikuti Daejung oppa dan Minji, kami mengitari Main Hall dan sampai di bagian belakang ruangan itu. Di depan kami, dengan cahaya lentera agak temaram yang digantung di bangunan-bangunan, aku bisa melihat sebuah rumah kaca di seberang jalan berbatu dan di sebelahnya ada bangunan tiga lantai.
“Sekilas saja, yang di depan kita itu Greenhouse 104 dan Room 105. Ayo kita ke arah kanan, karena kanan kita ini arah timur,” jelas Daejung oppa.
Aku masih merasa kagum ketika melihat bangunan berasitektur kuno Room 105 yang terlihat sangat kontras dengan rumah kaca modern di sebelahnya. Dan di sisi satunya Room 105, ada satu bangunan yang sangat mirip dengan Room 105 tapi hanya berlantai dua, sedangkan Room 105 berlantai tiga. Bangunan berlantai dua tampak sedikit lebih lebar dari yang berlantai tiga, tapi aku tidak cukup yakin juga.
“Yang ini Room 106. Inilah penandanya kita akan ikuti jalan ke Selatan, karena kalau terus dan ke utara, kita akan ke Gongjong Hall, kalau terus dan ke Selatan, kita akan ke Chingeng Tower. Singkatnya, asrama Chingeng adalah tetangga kita, hanya dibatasi Room 211 di jalan berbatu yang di depan. Kalian lihat menaranya?”
Kami semua mendongak dan melihat sebuah Menara yang ditunjuk Minji. Memang sedari tadi ketika aku masuk ke gerbang Yoora, aku melihat dua Menara di arah sebelah timur, satunya dekat, satunya agak jauh; sedangkan di arah barat dan utara aku melihat lebih banyak Menara lagi, kukira setidaknya ada empat. Rupanya Menara di timur yang paling dekat ini adalah Chingeng Tower yang terlihat seperti pagoda. Setiap lantainya digantung lentera temaram dan atap-atapnya dilapisi salju.
“Chingeng Tower ada 8 lantai. Semakin ke atas lantainya, semakin untuk murid Tingkat lebih tinggi. Kita akan lewat sana waktu tur besok, dan akan melihatnya sekilas juga nanti. Ayo maju,” ajak Daejung oppa yang berjalan paling depan.
Kami berbelok ke kanan dan di kiri kami, aku bisa melihat sebuah bangunan kuno satu lantai yang tidak begitu besar.
“Inilah asrama kita,” ujar Minji ceria sambil berdiri di depan bangunan yang bertuliskan ‘Chaeksong Dungeon’ yang berliku-liku dengan tinta hijau menyala, “kenapa? Terlihat kecil? Tentu tidak, kalian akan puas melihat luasnya… di bawah sana.”
“Nah, kalau kalian terus ke arah timur di jalan berbatu ini, kalian akan ke Chingeng Tower. Lihat kan? Kita bisa melihat pintu masuknya dari sini?”
Daejung oppa benar, mungkin hanya berjarak sekitar 20 meter, kami bisa melihat jalan masuk ke Chingeng Tower. Mereka benar-benar tetangga Chaeksong. Menaranya juga terlihat indah sekali.
“Ayo kita masuk!”
Minji mendorong gerbang kayu Chaeksong Dungeon terbuka dan kami masuk ke dalam bangunan dengan cukup lengang. Benar saja, bangunannya tidak luas dan di dalamnya hanya ada satu ruangan kosong. Hanya ada sesuatu yang menyolok di ruangan ini, yaitu patung batu Cerberus yang besar, hampir setinggi langit-langit ruangan.
“Lihat tiga kepala Cerberus? Lihat kaki mereka? Cara masuk ke asrama kita adalah ketuk kaki Cerberus yang di Tengah. Tidak masalah kaki kanan atau kaki kirinya, tapi kalian hanya boleh mengetuk kaki depannya dan jangan ketuk kaki belakang atau ekornya kalau kau tidak mau dia ngambek seharian,” tawa Daejung oppa, “dan katakan kata kuncinya. Kata kunci biasanya berganti tiap hari, tapi kadang bisa lebih cepat dan kadang bisa beberapa hari sekali, pastikan kalian melihat kata kunci di papan pengumuman sebelah pintu keluar sebelum kalian pergi.”
“Benar. Untuk hari ini, kata kuncinya adalah: sogogi – beef. Tentu saja,” tawa Minji sambil mengeluarkan tongkatnya dan mengetuk kaki si Cerberus yang Tengah – kaki kanannya, dan berkata jelas, “sogogi.”
Seunghoon merapat ke sisiku karena sepertinya suara bebatuan yang agak keras ketika kedua kaki depan si Cerberus tengah terangkat, membuatnya dan beberapa murid lain kaget. Di bawah kedua kaki itu rupanya ada sebuah lubang gelap.
“Lompat saja masuk, kalian akan masuk ke terowongan, hanya sekitar empat meter panjangnya. Tapi beri jarak teman kalian untuk menyingkir dari kasurnya dulu sebelum kalian masuk juga. Mungkin lima detik per orang. Ingat ketika kalian sudah sampai di kasurnya, cepat-cepat berdiri atau akan terjadi kecelakaan,” Daejung oppa mengingatkan, “Minji, mungkin kau mau masuk dulu?”
“Oh ya, tentu, Daejung. Lihat aku ya. Ini menyenangkan kok.”
Aku tidak mengerti apa yang dimaksud Minji menyenangkan ketika kita harus melompat ke lubang gelap. Tapi Minji sudah melompat dan menghilang, sorakannya juga teredam.
“Apakah di bawah sana gelap, hyung?” tanya Youngjae yang rupanya tidak tau juga tentang ini.
“Tidak, di bawah sana ruang rekreasi kita. Tapi ada suatu sihir yang diletakkan di lubang ini supaya mencegah siapapun mengintip ke bawah sana, terutama untuk orang yang tidak diinginkan, jika mereka tak sengaja menembus pertahanan kata kunci kita. Jadi tenang saja, tidak pernah ada yang mati ketika masuk ke ruang rekreasi kita,” jelas Daejung oppa panjang dan lembut, “Profesor Lee juga masuk dari sini beberapa kali dan dia bilang ini selalu menyenangkan. Ayo, siapa yang mau masuk? Sekarang sudah makin malam.”
Kami melihat wajah satu sama lain sebelum Pornthip mendadak maju.
“Aku mau, oppa,” Pornthip menoleh ke arahku, “sampai ketemu di bawah!”
Pornthip melompat dan menghilang begitu saja. Tak ada suara dan tak ada apapun, seperti ditelan lubang gelap. Youngjae maju setelahnya.
“Baiklah, bagaimanapun kita harus masuk.”
Youngjae duduk di tepian lubang sebelum memberanikan diri untuk melepas pegangannya, dan dia juga menghilang. Seunghoon maju ragu-ragu, tapi karena Youngjae sudah turun, diapun jadi berani untuk turun, tapi dia harus didorong Daejung oppa karena terlalu lama berdiri di depan lubang. Haeseong maju dan melompat dengan tenang seolah-olah dia sudah sering melakukannya. Renxian yang turun berikutnya dengan cara duduk seperti Youngjae. Yunsoo maju mundur beberapa kali sebelum akhirnya memutuskan melompat. Sekarang makin sedikit orangnya di atas sini. Daejung oppa bertukar pandang denganku dan dia tersenyum menenangkan.
“Ayo, Soyoon, kau akan suka.”
Aku menghela nafas panjang sebelum berjalan maju perlahan, jantungku berdebar keras dan adrenalinku meningkat, lalu tepat di depan lubang hitam yang besar, aku memejamkan mataku dan melompat. Dan aku meluncur di semacam terowongan, tapi tidak secepat wahana ekstrim muggle, dan kurasa hanya beberapa detik saja aku mendarat di suatu kasur yang empuk, masih dalam posisi duduk.
“Wah, selamat datang, Soyoon!” seru Yunsoo sambil bertepuk tangan bersama yang lainnya.
Ternyata tidak hanya anak kelas satu tapi ada juga anak Tingkat atas di ruangan rekreasi yang luas ini. Bahkan Jungsook eonni dan Jungeun oppa menyambutku. Aku cepat-cepat berdiri karena Kyubong mendarat di kasur setelahnya, untung aku beranjak di waktu yang tepat.
“Keren ya?”
Pornthip sudah berdiri di sampingku, dan kami sama-sama mengagumi ruang rekreasi asrama kami: ruangan besar ini ada tiga Tingkat yang tingkatannya bisa terlihat dari lantai dasar, memang Tingkat atasnya tidak seluas Tingkat dasar karena kami bisa melihat sisi temboknya dipenuhi buku, sofa-sofa empuk dan meja-meja kecil (sepertinya Tingkat tiga juga sama seperti Tingkat dua, kalau dilihat dari bentuknya); sedangkan di Tingkat dasar tempat kami mendarat disediakan kasur besar berwarna hijau. Memang tidak ada jendela di ruangan ini, langit-langitnya tampak seperti langit-langit gereja yang berarsitektur abad pertengahan, tapi api obor yang bersinar terang digantung banyak sekali hingga terang benderang. Di Seberang ruangan ada sebuah perapian yang membuat ruang rekreasi terasa hangat. Jiwoo dan Sarang akhirnya juga bergabung bersama kami. Semua anak Tingkat atas bertepuk tangan menyambut kami, ada yang melongok dari Tingkat dua (Jungeun oppa sudah disini, duduk di tepian lantai sambil memeluk bantal sofa yang empuk, kakinya menjuntai ke bawah) dan Tingkat tiga (beberapa berlutut supaya kami bisa melihat mereka). Perlu usaha keras Minji dan Daejung oppa, dan juga Hyunjun yang akhirnya bergabung bersama kami, untuk menenangkan hiruk pikuk yang ada.
“Ruang rekreasi kita,” ujar Hyunjun keras supaya hiruk pikuk berhenti, “bisa digunakan untuk berbagai kegiatan seperti bermain, membaca buku, membuat PR, makan snack atau apapun itu. Tapi tolong sama-sama jaga kebersihan ya.”
“Kalian lihat pintu di Tingkat dua? Yang di sebelah kiri? Jungeun, bisa kau tunjukkan?” pinta Daejung oppa.
Kami semua mendongak dan mata kami mengikuti Jungeun oppa yang berlarian ke depan sebuah pintu kayu sederhana yang muat untuk satu orang dan menunjuknya dengan kedua telapak tangannya dengan bangga.
“Itu pintu masuk yang butuh kata kunci juga kalau kalian masuk dari arah dapur di bawah Main Hall,” jelas Hyunjun, “beberapa anak kita suka sekali main ke dapur dan meskipun aku sudah melarang mereka untuk main dan mengganggu peri rumah disana, mereka masih juga melakukannya. Mereka bilang, mereka lapar. Tapi herannya mereka hampir setiap malam merasa lapar.”
Aku melirik Jungeun oppa yang sudah berjalan acuh tak acuh untuk bergabung dengan Ilsung oppa di sofa Tingkat dua. Kurasa aku tau siapa yang Hyunjun maksud.
“Disini,” kali ini semua perhatian kami tertuju pada Minji yang sudah ada di Seberang ruangan, menunjuk lubang di dinding yang tadi luput dari perhatianku, padahal lubangnya ada di kedua sisi perapian, “lubang yang kanan mengarah ke kamar laki-laki dan lubang yang kiri mengarah ke kamar perempuan. Kamar kita juga berada di lantai yang semakin ke bawah. Lantai satu adalah untuk anak kelas satu dan seterusnya. Kalian akan meluncur juga kalau masuk ke kamar, dan ada kasur untuk mendarat juga, jadi kalian tidak perlu khawatir.”
“Tapi kalian harus ingat satu hal. Ketika kalian akan memasuki lubang, ketuk dengan tongkat kalian ke dalam lubang, di bagian dasar lubang, sebanyak Tingkat kalian akan turun. Kalau tidak, kalian akan macet di lubang dan tidak bisa meluncur meski kalian memaksakan untuk turun,” jelas Daejung oppa, “dan anak laki-laki tidak boleh main ke kamar anak perempuan, dengan alasan apapun.”
“Kurasa hari ini sampai disini saja, sudah hampir jam sembilan sekarang, lebih baik kalian, terutama anak kelas satu, beristirahat,” kata Hyunjun, “ada pertanyaan?”
Jiwoo mengangkat tangannya, “bagaimana cara kita naik?”
“Pertanyaan yang sangat bagus,” Hyunjun tersenyum lebar, “ada dua cara untuk naik. Kalian bisa lewat pintu di Tingkat dua yang tadi, tapi tentunya disana kalian bisa muncul di Main Hall, Greenhouse 104, Room 105, Room 106 ataupun Room 107 dengan berjalan di lorong dan menggunakan akses tangga; tapi kalau kalian mau ke permukaan dari bangunan asrama kita di atas sini, kalian bisa pakai tangga di balik pintu yang satunya. Jungeun, tolong.”
Jungeun oppa berdiri lagi dan menuju satu pintu yang agak lebih besar dari pintu yang katanya bisa mengarah ke dapur, juga di Tingkat dua. Posisi pintunya tak jauh dari terowongan pintu masuk yang kami naiki tadi.
“Di balik situ ada tangga memutar yang akan membawa kalian langsung ke atas, tinggal ketuk saja ujung tongkat kalian ketika kalian hampir sampai di ujung tangga ke langit-langitnya supaya terbuka. Kalian akan keluar dari bawah ekor Cerberus,” jelas Minji.
“Dan untuk naik dari kamar kalian, akan cukup unik, ketuk bagian atas lubang dengan tongkat kalian sebanyak berapa Tingkat kalian ingin naik dan duduk saja di lubang, posisi pantat di lubang ya, berarti kaki kalian menjuntai di ruangan kalian, nanti kalian akan disedot,” jelas Hyunjun ringan, “kalau ingin turun ke kamar yang tingkatnya lebih rendah, ketuk bagian bawah lubang sebanyak berapa tingkat kalian ingin turun, lalu duduk dengan posisi kaki di dalam lubang, berarti kebalikan dari posisi kalian kalau mau ke atas, dan kalian akan meluncur. Cobalah beberapa kali supaya lancar.”
“Ada pertanyaan lagi?” tanya Daejung oppa, menunggu sebentar, sebelum melanjutkan, “baiklah, kalau begitu, sekali lagi selamat datang, kelas satu. Semoga tahun kalian menyenangkan.”
“Jangan lupa kalian sudah bisa sarapan dari jam enam dan semua sarapan akan menghilang jam setengah sembilan pagi, jadi sebaiknya kalian tidak terlambat,” Hyunjun mengingatkan, “dan selamat malam.”
“Ayo kita ke kamar,” ajak Yunsoo yang sudah menguap.
“Ya, pergilah tidur, Soyoon,” ujar Jungsook eonni sambil mengusap kepalaku, “kalau butuh aku, turun saja ke kamarku.”
“Baik, eonni,” ujarku sambil tersenyum.
Sarang berdiri ragu-ragu di depan lubang sebelah kiri sebelum mencabut tongkatnya dan mengetuk dasar lubang dengannya satu kali, lalu dia memanjat lubang itu dan menghilang seakan tersedot masuk.
“Sampai ketemu besok pagi,” pamit Youngjae sebelum dia meluncur ke dalam lubang kamar anak laki-laki.
Yunsoo berikutnya melompat masuk.
“Oke, aku masuk dulu ya.”
Aku mencabut tongkat sihirku dan mengetuk dasar lubang satu kali sebelum memanjat masuk lubangnya dengan posisi kaki di depan, dan begitu pantatku sudah duduk dengan aman, aku meluncur lagi, tapi dengan cepat langsung mendarat lagi di kasur empuk. Aku membaca papan kecil di sebelah kiri lubang ketika aku berdiri:
Kamar Anak Perempuan Kelas Satu
Kim Sarang
Kim Soyoon
Park Jiwoo
Phayao Jurangkool
Shin Yunsoo
Dan kamar kami berbentuk bundar dengan lima ranjang besar berkelambu. Aku keheranan dengan jendela kecil di antara tiap ranjang, jadi aku mendekati jendelanya. Seakan itu jendela normal, aku bisa melihat langit malam dan hamparan tanah bersalju yang kosong, seolah aku sedang berada di Tingkat satu sebuah ruangan. Bagaimana mungkin ada jendela seperti ini di bawah tanah? Apakah jendelanya sudah disihir? Bahkan Cahaya bulan menyusup lewat jendelanya.
“Memang aneh ya?” ujar Yunsoo yang tiba-tiba sudah di sampingku, “oh ngomong-ngomong, Sarang, ranjangmu yang di tengah. Yang di kirinya ranjang Soyoon, lalu di ujung kiri ranjang Pornthip. Ranjangku yang paling kanan, sebelahnya ranjang Jiwoo.”
“Bagaimana kau tau?” tanyaku heran.
“Itu, koper kita di kaki ranjang. Ada lima lemari juga di sisi dekat lubang, kurasa kita masing-masing bisa pakai satu.”
Aku berjalan ke ranjangku dan duduk dengan lelah, tapi ranjangnya empuk sekali. Aku tersenyum senang saat Pornthip duduk di ranjangnya, kami bertetangga. Sayang sekali ranjang Jiwoo dan ranjangku dihalangi oleh ranjang Sarang, tapi tak apa, toh kami teman satu kamar.
“Ah, besok saja menyusun barang-barang ini,” ujar Pornthip yang menarik asal saja piyamanya dari dalam kopernya.
Kami semua menggumamkan hal yang sama. Pornthip menunjuk pintu kecil setelah deretan lemari.
“Pasti kamar mandi kan? Aku ganti baju dulu ya.”
Kamar mandinya cukup luas juga, ada bathtub yang terbuat dari batu marmer dan shower bermotif ular yang mengeluarkan air dari mulutnya dengan memutar ekornya, ke kanan untuk air panas dan ke kiri untuk air dingin, dan mangkuk klosetnya sangat mirip dengan kloset muggle hanya ini lebih bulat dan juga terbuat dari marmer, wastafelnya juga terbuat dari marmer dengan kran kecil berbentuk ular juga. Dan ketika aku akhirnya berbaring di ranjangku yang berseprai kuning yang hangat dan empuk, aku berpikir aku tidak sabar untuk menunggu hari esok, dan aku tertidur bahkan sebelum sempat menurunkan kelambuku. Tapi sekilas sebelum aku tertidur, aku memikirkan Youngmin. Apakah dia baik-baik saja?
No comments:
Post a Comment