CHAPTER 2 YOORA SCHOOL OF WITCHCRAFT AND WIZARDRY
Tanggal 1 Maret yang kunantikan sudah tiba. Hiruk pikuk sudah terjadi di rumahku dari jam 6 pagi ketika eomma dengan cemas membangunkan kami satu persatu. Kami diperbolehkan memakai pakaian bebas dan menggantinya ke seragam di dalam cruise (aku masih penasaran bagaimana cruise yang kecil dan tampak rapuh itu bisa menampung empat puluh kali tujuh murid). Tapi aku dan Jungsook eonni memilih memakai seragam cantik ini dari rumah. Ternyata kami tidak sendirian karena Daejung oppa juga memakai seragamnya karena menurutnya dia mungkin akan repot berpatroli di cruise dari waktu ke waktu bersama prefek lainnya.
“Akan banyak murid yang terlalu bersemangat nantinya,” kata Daejung oppa sambil tertawa, “kami harus memastikan tidak ada ledakan di dalam cruise.”
Dan ternyata Daejung oppa tidak sendirian. Jam setengah delapan pagi, Youngmin muncul di pintu depan unit kami dengan seragam lengkap. Dia tampak sangat tampan dalam seragam itu bak seorang model seragam Yoora School. Orangtuanya sekali lagi berpesan dan menitipkan Youngmin pada kami.
“Jangan khawatir, kalian bisa bertukar kabar pada Youngmin nanti melalui surat karena tidak ada ponsel di dunia sihir,” jelas appa sambil tertawa, “kami bisa bawa surat kalian dengan burung hantu pos. Galmi juga bisa kesini untuk mengambil surat.”
Galmi yang mendengar namanya disebut, meski di dalam sangkarnya, menoleh dan menatap appa seakan siap dengan tugas pertamanya. Aku membuka koperku dengan cemas sekali lagi. Koperku jauh lebih besar dari koper semua saudaraku karena aku sangat cemas meninggalkan benda-benda yang menurutku penting.
“Tenang saja, kalau ada yang tertinggal, akan kami kirimkan,” ucap eomma lembut, “ingatkan Galmi untuk kesini malam ini.”
“Baiklah eomma,” ujarku sambil tersenyum gugup.
“Eomma akan benar-benar sendirian sekarang… tapi tidak apa-apa. Soyoon akan baik-baik saja. Youngmin juga. Kalian harus saling menjaga. Kalau ada apapun, ingat, selalu cari Daejung.”
“Baik, eomma.”
Appa harus memburuku supaya tidak terlalu lama berpamitan dengan eomma dan mulai memasuki mobil tepat jam delapan pagi. Youngmin menoleh ke bangku paling belakang dan matanya terbelalak.
“Aku sudah menduga barang kita tidak akan cukup… tapi bagaimana mungkin semuanya bisa… tunggu, kenapa bagian belakang mobil lebih besar dari depannya?” tanya Youngmin bingung.
“Kau pasti kaget, Youngmin,” ucap Jungsook eonni sambil tertawa, “appa menyihir mobilnya supaya lebar kanan dan kirinya di bagian belakang bertambah masing-masing setengah meter. Dan satu meter ke belakang. Pantat mobil kita jadi luas.”
“Tapi tadi aku tidak melihat pantat mobilnya sebesar ini dari luar.”
“Tentu tidak untuk dilihat orang di luar atau polisi muggle akan menyita mobil ini karena kita akan menyebabkan kemacetan dan keheranan,” ujar appa yang sudah menyetir sambil tertawa.
“Atau mobil kita akan viral dan masuk berita muggle,” tawa Daejung oppa juga.
Youngmin masih sangat bingung tapi ini bukan apa-apa dibanding dia yang harus beradaptasi di dunianya yang baru nanti. Seperti biasa jalan satu-satunya menuju Jishik adalah dengan melewati Myungkyong Café, tapi khusus untuk hari ini, cafenya tutup. Semua jendela besarnya ditutupi tirai berwarna hitam pekat. Appa memarkir mobilnya dengan menempelkan bagian belakang mobil serapat mungkin dengan pintu masuk café setelah sebuah mobil di depannya baru saja pergi. Beberapa mobil terparkir dengan sabar di kanan dan kiri jalan di daerah Hongdae ini. Atap mobil mereka, seperti atap mobil kami, ada sedikit tumpukan saljunya.
“Mungkin kau tidak akan tau, Youngmin. Tapi mobil-mobil itu pasti sebagian besar isinya penyihir juga. Kita harus mengantri saat memasuki Myungkyong, inilah yang cukup memakan waktu,” jelasku.
Kami segera turun dari mobil dan Jungeun oppa dan Jungsook eonni bergegas masuk ke dalam untuk mendorong keluar dua troli besar. Bentuk trolinya sama seperti troli yang dipakai di hotel, hanya sedikit lebih pendek. Youngmin mengerutkan keningnya ketika dia melihat Jungsook eonni mendorongnya dengan ringan.
“Ambil ini untuk kalian berdua. Aku akan ambil satu lagi,” kata Jungeun oppa setelah mendorong trolinya ke arahku dan Youngmin, “Daejung hyung harus punya satu sendirian karena barangnya banyak sekali.”
Youngmin membelalakkan matanya lagi ketika mendorong troli besar itu. Aku dibuatnya tertawa lagi.
“Sangat ringan, kan? Trolinya sudah disihir. Bayangkan anak kelas 1 seperti kita yang kecil-kecil ini harus mendorong troli sampai ke pelabuhan. Ayo cepat, kita jangan membuat antrian mobil semakin panjang.”
Sangkar Galmi tergantung rapi di bagian gantungan khusus sangkar di sebuah kaitan di sisi troli. Appa memeluk kami (termasuk Youngmin) satu-satu dan mengecek mobil kalau-kalau kami meninggalkan sesuatu. Dia juga tampak gugup.
“Tongkat sudah di sisi tubuh kalian? Oke. Appa tidak bisa mengantar kalian karena appa harus mengerjakan sesuatu dulu di dunia muggle. Tiket semua lengkap, kan?”
“Aku yang pegang semua tiket kita, appa,” lapor Daejung oppa yang selalu bisa diandalkan.
“Baik. Bersenang-senanglah juga tahun ini!”
“Ayo cepat, sudah tinggal dua puluh lima menit lagi,” ajakku mendadak panik.
Daejung oppa mendorong trolinya disusul Jungeun oppa dengan trolinya dan Jungsook eonni (yang ada kandang berisi Hyun di tumpukan atas koper, sedang tidur dengan acuh tak acuh dan hari ini bulunya berwarna biru langit), lalu Youngmin mendorong troli kami berdua. Jungsook eonni berjalan di belakangku saat kami masuk lorong menuju Jishik. Seperti biasa, Jishik selalu ramai oleh para penyihir. Tapi mereka sangat perhatian pada murid Yoora hari ini.
“Selamat belajar, nak, jadilah penyihir yang hebat!”
Beberapa penyihir bahkan menepuk punggung Daejung oppa seolah dia adalah calon Mentri Sihir di masa depan. Tidak mudah mendorong troli yang meskipun ringan ini di sepanjang jalanan Jishik yang ramai, apalagi jalanannya agak licin karena salju. Aku akhirnya membantu Youngmin mendorong trolinya. Kami mengikuti Daejung oppa yang sudah setengah berlari lurus ke depan, the Jishik’s Port ada di ujung jalan. Ternyata setelah separuh perjalanan, kami bisa melihat murid-murid lain yang juga mendorong trolinya dengan berlari. Akhirnya setelah perjalanan sepuluh menit dengan berlari itu, dan melewati Hyunjung Wizard Hospital yang luas itu di kanan kami, kami melihat gerbang besar yang terbuka di depan kami, di bagian atasnya ada papan besar bertuliskan THE JISHIK’S PORT dengan warna pink yang sangat terang dan bermanik-manik. Aku mengenali beberapa anak yang berdiri tak jauh di sebelah kiri pintu gerbang. Jiwoo, yang mengikat rambut panjangnya menjadi ekor kuda di sisi kanan kepalanya, tampak sangat manis. Kyungok eonni dan Ilsung oppa juga ada di sampingnya. Tapi aku tidak mengenali satu anak yang berdiri di samping Jiwoo. Rambut hitam pendek berponinya tertata rapi membingkai wajah tirusnya. Di depan mereka, ada tiga troli besar.
“Kami menunggu kalian!” seru Jiwoo, “Youngjae sudah datang duluan, aku menyuruhnya menempati ruangan untuk kita, kalau tidak, mungkin kita akan terpisah. Satu ruangan hanya bisa menampung sepuluh orang.”
Rupanya Jiwoo melihat gerakan mataku yang terus menatap si anak perempuan. Ada sesuatu pada anak perempuan itu yang sepertinya berbeda dengan kami.
“Oh ya, aku lupa kenalkan, teman baru, siapa namamu tadi?”
“Annyeonghaseyo, aku Phayao Jurangkool – panggil aku Pornthip saja,” si anak perempuan tertawa, “akan sulit menyebutkan namaku.”
“Ah ya… Pornthip. Kami bertemu di depan Myungkyong tadi. Pornthip muggle born dan orangtuanya tampak panik karena tidak tau apa yang harus mereka lakukan. Beruntung, mereka bertemu kami. Ini Kim Soyoon, itu semua kakaknya (Jiwoo menunjuk Jungsook, Jungeun dan Daejung) dan ini Cha Youngmin, muggle born juga.”
“Wah, aku tidak sendiri!” seru Pornthip lega.
“Kau akan melihat banyak muggle born nanti,” ujarku sambil tersenyum ramah.
“Kita harus masuk sekarang sebelum kita terlambat,” Kyungok eonni mendorong kami perlahan.
“Oh ya, ayo masuk. Kau bawa tiket kapalmu kan?” tanya Jiwoo pada Pornthip.
Pornthip menarik tiket dari saku celana jeansnya. Daejung oppa sudah menyerahkan semua tiket kami pada Kyungok eonni juga.
“Ketika nama kalian dipanggil, masuklah,” ujar Daejung oppa.
“Aku akan mendorong trolinya,” bisik Youngmin di sampingku.
Aku terlalu sibuk mengobrol sampai tak memperhatikan Yoora Cruise bersandar tenang di ujung dermaga. Bagaimanapun kulihat, kapal kuno itu tetap terlihat kecil dan rapuh. Ada tumpukan salju cukup tebal di tiang-tiang layarnya, bahkan di permukaan kapalnya, sejauh yang bisa kulihat. Ada dua penjaga berpakaian ala pelaut berwarna coklat berdiri di ujung dermaga untuk mengecek tiket. Sebuah pintu selebar kurang lebih empat meter terbuka di bagian lambung kapal. Murid-murid Yoora yang tiketnya sudah diperiksa masuk melalui pintu itu dengan troli mereka. Beberapa orangtua murid berpamitan dengan anak-anak mereka di sepanjang dermaga dan suasana terasa haru.
“Cha Youngmin. Kelas satu.”
Petugas paruh baya di sebelah kanan memangil nama Youngmin dan membuatnya terkejut seolah baru saja dipanggil untuk diberikan vonis di suatu pengadilan. Youngmin mendorong troli dan maju melewati si petugas dengan gugup. Aku mengisyaratkan Youngmin untuk maju saja dan menunggu kami di dekat pintu masuk.
“Kim Daejung. Kelas lima.”
Daejung oppa bergegas dengan trolinya.
“Kau bisa tunggu mereka disini, Youngmin. Aku harus duluan untuk menemui para prefek.”
“Baik, hyung.”
“Kim Jungeun. Kelas empat.”
Jungeun setengah berlari sambil mendorong trolinya dan masuk ke dalam kapal menyusul Daejung oppa. Ilsung oppa mengumpat karena dia tidak ditunggui. Jungsook eonni mendorongku.
“Kau dipanggil.”
Setelah tiketku diperiksa, aku bergegas menuju sisi Youngmin. Antrian murid sudah sangat panjang di belakang rombongan kami. Jungsook eonni berikutnya dipanggil dan pamit untuk masuk duluan.
“Phayao…”
“…Jurangkool,” sambung Pornthip cepat karena penjaga kesulitan menyebutkan namanya.
“Kelas satu.”
Pornthip mendorong trolinya sambil tersenyum dan menunggu di sisiku.
“Kita akan masuk begitu Jiwoo dipanggil… oh, itu dia.”
Jiwoo tidak mendorong trolinya karena sepertinya barangnya ada di troli Ilsung oppa yang terlihat sangat penuh. Jiwoo mengapit lenganku dan Pornthip.
“Ayo kita cari Youngjae!”
Begitu memasuki pintu, aku merasa agak gugup karena ini adalah bagian dari Sekolah Yoora yang aku belum pernah masuki. Aku yakin kapal ini sudah disihir sedemikian rupa (mungkin agak mirip sihir pembesar yang dilakukan appa untuk pantat mobil kami tapi sihir ini pastilah lebih masif karena interiornya terlihat tiga kali lebih besar dari yang seharusnya). Tepat di depan kami ada pintu tertutup yang bertuliskan AUTHORIZED PERSONNEL ONLY – SHIP CREW & KITCHEN. Di kanan kiri kami ada lorong, dan di kanan kiri lorong itu ada ruangan-ruangan kecil yang bagian bawahnya terbuat dari kayu dan bagian atasnya tertutup kaca. Aku bisa melihat sekilas murid-murid Yoora di dalamnya melalui kaca: beberapa berdiri, ada yang berpelukan dengan temannya setelah berpisah satu bulan, ada yang duduk sehingga hanya puncak kepalanya yang terlihat, ada juga murid-murid jangkung yang bagian dada ke atasnya terlihat ketika mereka duduk, dan beberapa ruangan yang masih kosong.
“Dimana Youngjae…” tanya Youngmin yang lebih jangkung sedikit dari kami, menoleh kesana kemari.
Pertanyaan Youngmin terjawab – dari salah satu ruangan di lorong sebelah kiri kami, ruangan kedua di deretan sebelah kanan, yang kukira kosong, Youngjae sepertinya berlutut di atas bangkunya dan melambai kepada kami. Youngjae terlihat bersemangat seperti biasanya – tapi dia masih memakai pakaian bebas, sedangkan kami semua sudah memakai seragam.
“Itu dia, ayo kesana!” ajakku bersemangat.
Aku baru bisa benar-benar memperhatikan ruangan kecilnya ketika pintu ruangan yang terbuat dari kaca digeser (ada tulisan LIMITED TO 10 PEOPLE tertempel di papan kecil di pintunya): ruangan nyaman seperti kompartemen kereta, ada dua sofa panjang berwarna coklat yang terlihat empuk dan nyaman diletakkan berhadapan, di hadapan sofa-sofa itu ada meja kayu panjang berwarna senada, di bagian belakang salah satu sofa ada ruangan yang cukup luas, dimana aku melihat ada satu troli disana.
“Katanya ada 30 ruangan disini, dimana itu artinya lebih dari jumlah murid Yoora, tapi kudengar prefek dan ketua murid punya ruangan sendiri. Aku cuma tak mau kita terpisah.”
Aku kagum dengan kelincahan Youngjae mendapatkan informasi.
“Oh ya, trolinya bisa diletakkan di belakang itu. Ada kaitan troli untuk sepuluh disana. Luar biasa sekali kapal ini.”
Youngmin dan Pornthip mendorong troli mereka dan mengaitkan bagian pengaman troli ke kaitan besi di dinding ruangan untuk mengunci troli tetap aman untuk perjalanan laut nanti. Youngjae sudah duduk lagi, mengenyakkan dirinya begitu saja ke sofa, merapat ke bagian jendela. Jiwoo cepat-cepat duduk di hadapannya disusul Pornthip dan aku. Youngmin duduk di samping Youngjae.
“Meskipun mereka bilang hanya sepuluh orang boleh duduk disini, kurasa sebenarnya empat belas muat kalau untuk anak kelas satu seperti kita,” ujar Youngjae sambil tertawa.
“Benar, aku setuju sekali. Luas sekali untuk kita dan rasanya kita berdua bisa berbaring tanpa saling menendang,” canda Youngmin.
“Bertiga. Kita semua bisa berbaring nanti untuk tidur siang,” ucap Pornthip sambil mengangkat tubuhnya dan memantul sedikit di sofanya, “berapa lama perjalanan ke Yoora? Apakah Yoora ada di sebuah pulau?”
“Pertanyaan yang bagus, Pornthip. Yoora memang posisinya ada di sebuah pulau yang tentu saja tidak tercatat di peta muggle. Pulaunya cukup besar dan ada dua desa penyihir juga disana tempat anak-anak kelas tiga ke atas boleh menghabiskan akhir pekan mereka. Lahan Yoora sendiri memenuhi enam puluh persen dari pulau itu.”
“Wah Youngjae, kau tau banyak. Kami bisa mengandalkanmu,” puji Jiwoo, “eommaku tidak cerita banyak.”
“Selalu akan begitu kalau kedua orangtuamu adalah penyihir sepertiku.”
Tiba-tiba pintu bergeser terbuka dan ada anak laki-laki yang mendorong trolinya dan terlihat bingung.
“Annyeonghaseyo, apakah aku boleh bergabung disini? Sepertinya ruangan lain sudah pe… Cha Youngmin?”
Youngmin melambai dengan bersemangat, “Seo Seunghoon! Astaga! Masuklah!”
Youngmin membantu Seunghoon untuk mengaitkan trolinya dan kembali ke sofa. Sepertinya aku pernah melihat Seunghoon dan tentunya akan sangat aneh jika Youngmin mengenal penyihir kan? Seunghoon duduk di hadapanku dan tersenyum ramah pada kami.
“Teman-teman, ini Seo Seunghoon, teman muggle-ku dulu di sekolah. Soyoon, Seunghoon sempat satu kelas denganku di kelas tiga dulu,” Youngmin mengenalkan Seunghoon dengan bersemangat, “ini Lee Youngjae, dia Park Jiwoo, Pornthip dan Kim Soyoon.”
“Senang berkenalan dengan kalian! Kukira aku akan sendiri. Aku merasa bodoh mengikuti petunjuk dari surat yang dikirimkan Yoora dari membeli barang-barang sampai berhasil masuk kesini.”
“Jadi kita bertiga tidak kembali ke sekolah kita yang dulu tahun ini,” ucapku sambil tertawa.
Menyenangkan sekali menghabiskan waktu dengan teman-temanku. Youngjae, seperti terakhir kali kami bertemu di Jishik, masih selalu mendominasi pembicaraan dan dia seperti kamus, tau segala hal yang berhubungan dengan dunia sihir dan karena dia satu-satunya yang berdarah murni di ruangan ini; Youngmin bisa mengimbangi semangat Youngjae ketika dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang aneh; Seunghoon juga ceria dan bersemangat dan dengan cepat menyatu dengan kami; Jiwoo tidak begitu banyak berbicara tapi selalu mengiyakan sesuatu di waktu yang tepat; Pornthip punya semangat yang sama dengan Youngjae dan senang bercerita tentang negara asalnya, Thailand; aku banyak diam dan hanya memperhatikan pembicaraan mereka. Aku senang mengenal mereka semua dan berpikir tahun pertamaku di Yoora pastilah akan menyenangkan.
“Tadi katamu jam berapa kita akan sampai di Yoora?” tanya Jiwoo.
“Jam lima,” jawab Youngjae, “akan cukup panjang perjalanannya. Kita bisa tidur siang dulu.”
Lamunanku terputus ketika ada yang mengetuk pintu kaca. Kulirik jam dinding kuno yang tergantung di dinding dekat para troli: jam 11 siang. Aku melihat menembus pintu kaca: ada pria berpakaian chef muggle tapi dilapisi jubah hitam khas penyihir, mendorong troli besar.
“Buka pintunya, Soyoon,” pinta Youngmin, “apa itu?”
Aku dan Seunghoon yang memang paling dekat dengan pintu menggeser pintunya terbuka. Pria itu tersenyum ramah.
“Snack atau makan siang, anak-anak?”
“TROLI SNACK!” teriak Youngjae bersemangat dan seketika dia sudah berdiri di antaraku dan Seunghoon.
Anak-anak lain segera berkerumun di belakang kami untuk melihat isi troli. Isinya sangat menggoda: ada coklat, ada permen, ada makanan ringan… mendadak aku menjadi sangat lapar. Tapi yang aneh adalah sebuah mangkuk kosong di tengah troli itu.
“Apakah ada gamjatang? Jika ada nasi juga…” tanya Pornthip malu-malu, “tapi kulihat hanya ada snack disini…”
“Tentu ada.”
Si chef melambaikan tongkatnya ke atas mangkuk dan mendadak ada nasi di dalam mangkuk itu. Kami semua terkesiap. Nasinya terlihat hangat dengan asap masih mengepul. Si chef mengangkat mangkuk beirisi nasi itu – tapi anehnya, tempat mangkuk itu diangkat, muncul mangkuk baru – padahal jelas-jelas tadi cuma ada satu mangkuk. Dan ketika dia – mendadak memunculkan sebuah nampan di tangan kirinya (beserta alat makan berupa sendok dan sepasang sumpit) untuk meletakkan mangkuk nasi, mangkuk kosong kedua sudah berisi gamjatang – pork backbone stew – yang juga hangat. Dia meletakkannya di samping mangkuk nasi di atas nampan. Seunghoon bergeser agar si chef bisa memberikan nampannya pada Pornthip.
“Hati-hati, sangat panas. Nanti letakkan saja nampan dan peralatan makan di celah dekat troli kalian supaya bisa langsung diarahkan ke dapur.”
Kami semua masih tampak terkejut ketika Pornthip pergi untuk meletakkan makanannya di meja.
“Aku mau pudding. Apakah ada Yorkshire Pudding?” tanya Jiwoo ragu-ragu.
“Segalanya ada disini nak.”
Tak sampai lima menit, meja kami sudah penuh dengan masing-masing satu menu makan siang dan snack. Seunghoon sepertinya dari keluarga yang berada (dia mengeluarkan kantong kulit yang besar dan berat, semuanya berisi koin geum, katanya dia juga baru saja pagi ini menukarnya di Deungjeong dengan mengikuti petunjuk di surat Yoora juga) dan dia mentraktir semua snack kami. Perutku sudah kenyang sekali ketika aku meminum botol jus labu keduaku, sedangkan masih cukup banyak snack di meja kami.
“Menyenangkan sekali perjalanan dengan Yoora Cruise ini,” puji Youngmin, “sudah lama aku tak makan sekenyang ini.”
“Ya, memang pantas Yoora Cruise ini menyandang title ‘cruise.’ Coba lihat keluar,” pinta Youngjae.
Kami semua mengintip melalui jendela yang ternyata di luar cuacanya sedang turun salju cukup lebat, bahkan tampak seperti hampir badai dengan langit yang sangat gelap itu dan dengan gelombang yang tinggi.
“Tapi bagaimana mungkin? Kapal hanya bergoyang sedikit?”
“Itu karena Yoora Cruise sudah disihir sedemikian rupa untuk bertahan dari cuaca buruk. Mungkin kapal ini akan menggila kalau di luar ada gelombang tsunami atau badai yang sangat parah.”
“Dan meski tidak ada perapian di ruangan kita, rasanya hangat ya,” celetuk Youngmin.
“Mereka pasti pakai sihir supaya kapalnya hangat.”
“Segala yang ada di dunia sihir ini keren sekali,” puji Seunghoon kagum, “kurasa Yoora School pastilah keren.”
“Keren, sampai kau mulai belajar. Katanya pelajarannya tidak mudah,” keluh Jiwoo cemas.
“Kita hanya perlu mulai khawatir ketika kelas dimulai hari Senin nanti. Beruntung sekali hari ini hari Jumat, kita jadi punya akhir pekan untuk beradaptasi dan bersantai dulu,” ujar Youngjae sambil mengelus perutnya.
“Oh ya, aku mendengar soal asrama. Bisa jelaskan tentang apa itu, Youngjae?” tanya Pornthip sambil mengunyah permen coklat.
Youngjae berdeham seolah akan memberikan kuliah panjang. Aku dan Jiwoo tentunya tau juga soal ini, tapi memang benar sepertinya Youngjae akan lebih bisa menjelaskan dengan baik.
“Jadi,” Youngjae memulai, “ketika kita belajar di Yoora nanti, kita akan dibagi ke empat asrama. Di setiap kelasnya, hanya ada 40 murid yang akan dibagi ke empat asrama itu. Nanti kalian akan lihat bahwa setiap kelas di tiap asrama punya lima murid laki-laki dan lima murid perempuan. Misalnya kita beranggapan kita semua masuk ke satu asrama, nanti akan ada tambahan dua orang laki-laki dan dua orang perempuan lagi. Nah, selama kita sekolah sampai lulus, kita akan tetap di asrama itu. Asrama yang pertama adalah asrama Chaeksong, asrama yang punya warna khusus hijau dan pelindung asrama Cerberus – anjing besar berkepala tiga yang menjaga pintu masuk ke tempat Hades. Biasanya para penghuni asrama ini punya beberapa karakter seperti bertanggungjawab dan menghormati orang lain. Kurasa saudara kalian begitu, Jiwoo dan Soyoon?”
Aku memikirkan Daejung oppa dan menggangguk.
“Asrama kedua adalah Chingeng, warna asrama mereka biru dan pelindung asrama mereka adalah Greek Pegasus – kuda bersayap yang bisa terbang, kalian tau itu? Biasanya murid yang baik dan pemikir – rata-rata murid mereka cerdas – akan masuk ke Chingeng. Asrama mereka sendiri ada di salah satu menara.”
“Salah satu menara?” tanya Youngmin, “ada banyak menara disana?”
Youngjae tertawa, “kau tidak mengharapkan 280 murid belajar hanya di satu menara kan? Dan asrama ketiga adalah Gongjong yang berwarna oranye. Pelindung asrama mereka adalah Centaur – makhluk setengah manusia setengah kuda. Murid-murid mereka biasanya bertalenta dan punya antusias tinggi – kudengar mereka sangat ceria.”
“Kalau begitu kau mungkin akan masuk Gongjong, Youngjae,” ujar Jiwoo sambil tertawa.
“Mungkin saja. Nah asrama mereka sebuah hall besar yang katanya tampak seperti penginapan satu lantai. Yang terakhir, yaitu Sinsol. Warna mereka adalah merah dan pelindung mereka adalah Griffin – makhluk setengah elang dan setengah singa. Murid mereka biasanya bisa dipercaya dan pemberani – sering membuat masalah, kata orang. Mereka juga tinggal di salah satu menara. Jadi kurang lebih penjelasannya seperti itu.”
“Pasti akan sedih kalau kita semua terpisah,” keluh Jiwoo.
“Walaupun begitu, beberapa kelas dilaksanakan bersamaan, jadi mungkin kita akan bertemu lagi. Kudengar ada kelas yang berlangsung dengan hanya satu asrama, ada yang dua asrama atau bahkan empat asrama bergabung.”
“Kelas dengan empat asrama bergabung pasti seru sekali! Bayangkan ada 40 murid!” seru Pornthip bersemangat.
“Dan bayangkan belajar pelajaran yang tidak kau sukai hanya dengan 10 orang. Menguappun akan ketahuan,” keluhku.
Youngjae menepuk tangannya, “jangan khawatirkan soal itu dulu! Kurasa agenda kita ketika sampai nanti adalah makan malam enak dan pemilihan asrama.”
“Bagaimana kita akan dipilih?” tanya Youngmin, mungkin ini sudah pertanyaannya yang kelimapuluh di sepanjang perjalanan ini.
“Kita akan masuk ke perapian. Jangan khawatir, kita tidak akan dibakar. Jadi agak mirip seperti Bubuk Floo tapi perapian Yoora terbuat dari api abadi yang selalu menyala setiap tanggal 1 Maret. Nama kita akan dipanggil satu-satu dan masuk ke perapian sampai apinya berubah warna – merah, hijau, biru atau oranye – dan nanti ada suaranya juga yang mengumumkan nama asrama kita. Jadi setelah itu kita harus duduk di meja panjang untuk masing-masing asrama.”
“Sepertinya akan seru sekali. Meskipun nanti asrama kita terpisah, mari kita bertemu di akhir pekan,” ajak Seunghoon.
“Ada banyak tempat hangout yang kalian akan suka di Yoora: mereka punya the blessed fountain yang dikelilingi kursi panjang; ada taman dengan tikar piknik dan kudengar kita boleh bercocoktanam di taman ini; ada area yang terdiri dari gazebo kecil dan kolam; ada the North lake dengan tikar piknik juga; dan untuk kutu buku bisa membaca di perpustakaannya yang besar.”
“Kalau begitu Yoora pastilah besar sekali,” ujar Jiwoo, “aku lupa menanyakan ini pada oppa dan eonniku tapi kudengar oppa dulu sering tersesat.”
Youngjae tertawa lagi sebelum melanjutkan, “The Uncharted Island – tempat kita akan pergi ini, seperti yang sudah kubilang tadi, hanya terdiri dari satu pelabuhan, dua desa penyihir – tempat anak kelas tiga ke atas boleh menghabiskan akhir pekan mereka dengan batas waktu tertentu – satu hutan dan satu gunung berapi, dan tentu saja sekolah kita.”
“Apakah Yoora berbentuk kastil besar?” tanya Pornthip dengan matanya yang sudah besar makin membulat.
“Nah, tentang ini, aku sudah tanya ke siapapun yang aku bisa, tapi mereka selalu menolak menjawab pertanyaanku, termasuk kedua orangtuaku.”
“Aku ingat aku pernah menanyakan ini juga pada appa, tapi appa juga tidak mau menjawab,” keluhku, “kenapa ya?”
“Mungkin nanti kita tanyakan saja pada guru kita atau siapapun itu. Sepertinya bentuk Yoora School misterius sekali,” Jiwoo mengangguk.
Aku menguap ketika rasa kantuk makin menguasai otakku. Baru jam satu sekarang dan masih butuh empat jam lagi sebelum kami tiba di Yoora.
“Kurasa kita bisa tidur siang,” Youngjae juga menguap, “tapi jangan lupa untuk mengganti seragam… aku dan Seunghoon yang harus ganti seragam sebelum kapal tiba nanti.”
Sebelum aku memejamkan mataku – kami berganti posisi, Pornthip duduk di sebelah jendela dan aku di sebelahnya sedangkan Jiwoo yang tidak mengantuk duduk di ujung kursi – aku melihat Seunghoon dan Youngmin di seberangku juga tertidur – Youngmin bersandar ke jendela – sedangkan Youngjae dan Jiwoo sepertinya sibuk bermain kartu penyihir. Aku butuh tenagaku dipulihkan sebelum entah petualangan apa yang menunggu kami semua nanti.
No comments:
Post a Comment