Three
아직 잠깐만 are you
ready
Hold on, wait, are you ready
내가 신호를 주면
When I give you the sign
하나 둘 셋 세고 눈을 떠 봐
Count to three and open your eyes
뭣 때문에 내가 이러는지
I’m sure you’re curious
넌 궁금해 하지만
Why I’m doing this
아무 날도 아닌걸
But it’s not just any day
Like Monday Tuesday Wednesday Thursday
너와 함께한 순간 내겐 always
Moments with you
매일 같이 특별했었으니까
Are always special
불어 봐 candle light
candle light candle light baby
Blow on the candle light, candle light, candle
light baby
함께해 준 모든 날 고맙다는 뜻이야
It means I’m thankful for all the days we spent
together
이럴 땐 왠지 난 왠지 난 왠지 난 baby
At times like this, for some reason, baby
쑥스럽긴 하지만 널 사랑한단 뜻이야
I get shy but it means I love you
환하게 미소 진 눈부신 널 보니
When I see you brightly smiling and dazzling
Na na na na na na na
너와 나 영원히 해달란 소원이
My wish of us being together forever
다 이뤄질 것 같아
Seems like it will come true
마음속에 네가 있기에
Because you’re in my heart
자연스러워 내 멜로디
My melody is natural
너로 인해 가능해졌어 나의 꿈들이
My dreams were possible through you
이루고 싶어 전부 너와 함께
I want to fulfill them all with you
혼자가 아닌 이제 너와 같이 girl
I’m not alone, I’m with you girl
나 홀로 누군가가 필요할 때 나타나준 너
When I needed someone, you came to me
평범함 속에도 너의 소중함을 celebrate
Even in the ordinary, I celebrate your
preciousness
촛불같이 놓여진 street 불빛들 마저 특별해
Streets shining with candles, even the lights
are so special
늘 내 곁에 있어 줘
Always stay by my side
(NCT DREAM – Candle Light)
Aku suka Pekan Olahraga Sekolah, meski ini
berarti untuk pertama kalinya aku mengalaminya. Itu berarti hari Selasa hingga
Jumat tak ada jam belajar, semua diisi dengan pertandingan olahraga. Aku adalah
perwakilan penanggungjawab dari pihak guru, sedangkan perwakilan murid adalah
Chungdae. Dia masih diperbolehkan ikut pertandingan. Beberapa cabang olahraga
seperti lari, voli, bulutangkis, basket, sepakbola, senam, taekwondo, panahan
dan renang bisa dilakukan di sekolah namun khusus untuk bowling akan dilakukan
di Bowling Centre yang letaknya tak terlalu jauh dari sekolah. Hari Senin
adalah hari rekap ulang semua nama peserta lomba. Aku dan Chungdae duduk di
lantai ruang gym yang dilapisi karpet
empuk dengan kertas berserakan di hadapan kami.
“Jadi maksimal 1 murid hanya boleh
mengikuti 3 cabang olahraga kan?” tanyaku butuh diyakinkan.
“Ya. Ini data kelas kita,” jawab Chungdae
yang terlihat serius, menyerahkan selembar kertas padaku.
Setelah itu, Chungdae sibuk memilah
kertas-kertas lainnya dengan dahi berkerut, sementara aku meneliti data kelas
kami.
“Yeowoo akan ikut lari saja? Kukira dia mau
ikut yang lainnya?”
“Dia bilang perutnya suka kram akhir-akhir
ini jadi kurasa dia dilarang dokternya.”
“Aduh, kita kehilangan satu atlet. Jadi
Joonki ikut voli, basket dan… senam? Dia bisa senam?” tanyaku, gagal
menyembunyikan dengusan geliku.
“Miss
baru saja menertawakan Joonki?” tunjuk Chungdae penuh kemenangan.
“Bukan begitu,” tawaku, “aku hanya heran.”
“Dia dikerjai Yeowoo. Yeowoo yang
menuliskan Namanya,” ucap Chungdae yang akhirnya ikut tertawa juga, “tapi
biarkan saja miss, kita butuh
hiburan.”
Aku tertawa dan mengecek kertas lagi,
“Dongsun ikut bulutangkis, sepakbola dan taekwondo. Bagus, kurasa kelas kita
ada peluang. Dimana Hyeil mendaftar?”
“Hyeil mendaftar di basket, sepakbola dan
bulutangkis. Dan ngomong-ngomong aku juga ikut basket, sepakbola dan taekwondo!
Miss tidak memujiku!”
Aku tertawa lepas, “ya ya Heo Chungdae akan
membawa kelas 3B menang di semua cabang yang diikutinya.”
Aku meneruskan rekapitulasi nama-nama yang
hampir selesai sebentar lagi, mengetik dengan giat di laptopku.
“Miss
ayo kita bertaruh.”
“Ya, sekolah tidak mengajarimu bertaruh,
Chungdae.”
“Ayolah sekali ini saja miss.”
Aku mendesahkan nafasku dengan lelah.
Memang salahku sudah memberi banyak kelonggaran pada Chungdae dan sepertinya
dia tau aku makin lemah padanya akhir-akhir ini.
“What
do you want?” tanyaku sambil menghela nafas Panjang.
“If I
win in all of the competition which I join, will you go on a date with me?”
Aku menepuk kepalanya dengan tumpukan
kertas.
“How
dare you to ask your teacher to date you!”
Tapi dia malah nyengir lebar, “apa yang miss pikirkan? Maksudku hanya menemaniku
seharian saja.”
Aku pasti sudah berpikir terlalu jauh.
Baik, hanya seharian kan? Itu kedengarannya masih oke.
“Baik, jika sungguh hanya itu maumu.”
“Aku sekarang lebih semangat dan akan
benar-benar memenangkan semuanya!” seru Chungdae sambil mengacungkan tinjunya
ke udara.
Dasar bocah yang satu ini. Sulit untuk
tidak menyukainya. Tapi aku harus penuh dengan pengendalian diri. Dia muridku.
Ingat itu, Choeun, dan jangan bertindak bodoh.
***
Hari
Selasa tiba dan ini berarti babak penyisihan tiap cabang olahraga
dimulai. Aku dan Chungdae nyaris selalu berjalan bersama sejak pagi, dengan aku
membawa buku catatan dan dia mengomentari banyak hal. Pertandingan pertama yang
diselenggarakan adalah basket dan dalam pekan olahraga ini, murid SMP dan SMA
akan bertarung, sedangkan murid SD menjadi penontonnya. Kelas 3B melawan kelas
1A SMA dalam pertandingan basket. Mau tidak mau aku gugup dengan hasilnya.
Selain aku adalah wali kelas, aku teringat taruhanku dengan Chungdae. Dia
terlihat bersemangat sekali di lapangan, dia bahkan mencetak three points dengan mudah. Meski kelas
1A memberi perlawanan yang sengit tapi kelas kami melaju ke babak berikutnya.
Aku menepuk punggung Joonki, Hyeil dan Chungdae dengan bangga.
“Bagus, bagus sekali!” pujiku sambil
tersenyum lebar.
“Kita bertemu siapa di babak berikutnya miss?” tanya Joonki sambil melirik
catatanku.
“Oh tidak. Kita akan melawan 3A.”
“Kita akan melawan kelas tetangga? Seawal
ini?” tanya Hyeil tak percaya sambil mengacak rambutnya.
“Mereka memang kuat, tapi aku yakin kita
akan menang,” ujar Chungdae setelah menenggak minumannya.
“Oh sekarang kita harus menonton
pertandingan bowling!” seruku.
“Aku ikut!”
Banyak murid yang berlarian menuju gedung Bowling Centre. Ketika kami tiba,
Dongsun sudah ada disana.
“Miss,
ini gawat, Minjae tidak bisa hadir karena dia sakit hari ini,” lapor Dongsun.
“Dalam keadaan mendesak, pemain boleh
diganti. Siapa yang siap?” tanyaku sambil menatap murid-murid 3B yang ada di
dekatku.
Dongsun, Chungdae, Hyeil dan Joonki
bertukar pandangan dan ketiga muridku yang jangkung itu menunjuk Chungdae pada
saat yang bersamaan.
“Aku tak terlalu mahir di bowling,” keluh
Chungdae.
“Lakukan sajalah, yang penting melakukan
yang terbaik,” bujuk Hyeil.
“Baiklah, akan kulakukan.”
Aku melapor kepada dewan juri bahwa pemain
kami baru saja diganti. Saat itu Eunyul eonni menepuk bahuku.
“Sudah menang berapa?” tanyanya penasaran.
“Kami sudah lewat basket. Pemain bowling
kami mendadak sakit jadi Chungdae yang menggantikannya,” jawabku ringkas.
Eunyul eonni tersenyum penuh arti ketika
aku menyebut nama Chungdae. Aku memandanginya dengan mata yang kusipitkan
sedemikian rupa.
“Hentikan itu eonni. Kau tau itu tidak
boleh.”
“Well,
it’s never wrong to fall in love.”
“Except
you fall in love to you-know-who,” ucapku sambil memutar bola mataku.
Chungdae baru melakukan strike sekali namun lawannya dari kelas
2A tampaknya sama hebatnya dengannya. Dan aku baru sadar di line sebelah, Donghyun sedang melawan
perwakilan kelas 3C. Suara tepuk tangan dan sorakan terdengar. Aku melihat ke
layar yang menampilkan skor dan terbelalak menyaksikan Donghyun sudah melakukan
7 strike berturut-turut. Aku berjalan
mendekati line-nya bermain.
“Wow, Donghyun. Wow.”
“Ah miss,”
hardiknya malu-malu.
“Jadi bakatmu yang sesungguhnya disini?”
“Tidak miss,
aku baru mulai main sejak Desember kemarin.”
Aku hanya bisa terpana saat Donghyun
melepaskan bolanya lagi dan dia mendapat strike
kedelapan. Eunyul eonni menyenggolku.
“Kau mau videonya? Aku baru saja merekamnya
dengan slow motion mode,” bisiknya
sambil mengacungkan ponselnya ke hadapanku.
Aku melirik ke ponselnya dan jantungku
berdebar dengan kecepatan yang tidak normal. Wajah Donghyun yang tenang dan
ujung seragamnya yang agak berkibar ketika dia melepaskan bola, dia terlihat
sangat tampan. Perlu dicatat bahwa Donghyun tidak selalu terlihat setenang ini.
Well, pada dasarnya dia sering
bersikap konyol. Tapi rupanya ketika berolahraga dia menunjukkan sisi lain
dirinya.
“Sejak kapan dia terlihat setampan itu?
Maksudku, dia terlihat jauh lebih tampan lagi dari biasanya,” puji Eunyul
eonni.
“Aku tau, eonni. Dia benar-benar keren…”
“Miss,
kau tidak melihatku bertanding!” keluh Chungdae yang mendadak berjalan ke arah
kami.
“Hyung! Menang?” tanya Donghyun.
“Menang, meski tidak semudah kau
memenangkannya,” keluh Chungdae.
“Ayo bermain bersama kapan-kapan,” ajak
Donghyun.
“Nanti saja kalian mengobrolnya. Ayo cepat,
kita harus segera kembali ke sekolah!” hardikku pada mereka berdua.
Kelas 3A melaju di semua cabang olahraga di
babak berikutnya kecuali senam dan panahan. Seperti yang diduga Joonki hanya
menjadi bahan tertawaan di cabang senam, sedangkan perwakilan kami di panahan
kalah dengan Donghyun yang nilainya juga nyaris sempurna. Aku juga
mengkhawatirkan semangat yang tidak biasa yang ditunjukkan Chungdae di
sepakbola dan taekwondo. Aku khawatir jika aku harus kalah taruhan dengannya
dan apa tanggapan Eunyul eonni jika dia tau isi taruhan kami. Aku belum
memberitaunya, antara aku sengaja atau tidak sengaja melupakannya.
“Miss
Baek.”
Aku baru menyadari kalau Hyeil si ketua Students Committee duduk di sampingku
menonton voli, pertandingan terakhir untuk hari ini. Chungdae entah ada dimana,
dia sudah menghilang.
“Ya, Hyeil?”
“Sebenarnya aku hanya penasaran. Siapa
murid favoritmu?”
“Guru dilarang memiliki murid favorit,”
hardikku sambil tertawa.
“Kalau begitu, siapa murid paling tampan
menurut miss?”
“Kau benar-benar tidak akan berhenti
bertanya ya.”
“Ayolah miss,
aku hanya ingin tau. Aku kan akan segera lulus,” ucap Hyeil sambil memamerkan
senyumnya yang mempesona, “rahasia akan aman.”
Aku memandanginya, “oh benar. Aku akan
merindukanmu, Hyeil.”
“Dan merindukan Chungdae, Dongsun, Joonki
dan Yeowoo? Miss akan kesepian tanpa Chungdae dan Joonki. Dan
ngomong-ngomong, aku masih akan sering mengunjungi sekolah sementara Chinye
masih sekolah disini.”
“Baiklah kalau begitu. Aku bersyukur.”
“Dan urutan miss?”
“Ya ya baiklah. Kurasa… Donghyun yang
pertama untukku.”
“Oh wow. Ya, siapa yang tidak suka
Donghyun, kurasa banyak guru yang menyukainya.”
“Lalu kurasa Dongsun.”
“Kukira miss
akan memilihku.”
“Kau di urutan ketiga!”
“Itu cukup baik. Lalu?” tanya Hyeil lagi,
yang biasanya tidak mengobrol sebanyak ini.
Chungdae baru saja berjalan memasuki area
lapangan dan tak lama lagi pasti akan menghampiri kami.
“Chungdae dan Joonki.”
“Ah… ya ya. Terimakasih untuk jujur padaku miss,” bisik Hyeil, lalu tertawa kecil.
Aneh memang rasanya mendadak Hyeil
menanyakan itu padaku. Tapi aku tidak sepenuhnya jujur. Tak mungkin Chungdae
ada di posisi keempat untukku. Tapi dia juga tak bisa begitu saja berada di
posisi pertama. Ah entahlah, aku bingung.
***
No comments:
Post a Comment