Annyeonghaseyo, perkenalkan, aku Kim Soyoon. Aku mungkin adalah gadis berumur 11 tahun yang biasa, tapi keluargaku sangat luar biasa. Kamu suka sihir? Atau pernah dengar tentang sihir? Ah, aku yakin kamu pernah mendengar Sekolah Sihir Hogwarts yang sangat terkenal itu? Tapi aku tidak akan bercerita tentang Hogwarts. Tapi pernahkah kamu berpikir bahwa hampir di setiap negara terdapat sedikitnya satu sekolah sihir? Ya benar, appa pernah bercerita bahwa populasi penyihir sudah makin banyak sekarang dan keterbatasan jumlah murid di sekolah sihir yang sudah distandardisasi 40 murid di setiap Tingkat kelasnya membuat terkadang satu negara memiliki lebih dari satu sekolah sihir. Seperti halnya di Korea Selatan, kami memiliki dua sekolah sihir. Satu sekolah sihir yang ada di Busan Namanya adalah Jaeran School of witchcraft and wizardry dan sekolah ini baru dibuka sekitar dua ratusan tahun yang lalu, alu kurang ingat tahun tepatnya. Namun, sekolah sihir pertama yang dibuka di Korea Selatan adalah Yoora School of witchcraft and wizardry di Seoul yang sudah eksis sejak tahun 1756, salah satu lulusannya adalah appa-ku. Mengapa aku mendadak bercerita tentang sekolah sihir? Ya, karena kubilang appa-ku adalah seorang penyihir, otomatis 80% dari anggota keluargaku adalah penyihir. Yuk, aku ceritakan tentang keluargaku yang luar biasa ini.
Appa-ku, Kim Haewook, sekarang berusia 38 tahun lebih setengah tahun, dia adalah seorang Mediwizard yang bekerja di Hyunjung Wizard Hospital, satu-satunya rumah sakit penyihir di Seoul, tepatnya berada di Jishik, distrik penyihir di Seoul yang tersembunyi di Hongdae. Jadi singkat cerita, Mediwizard lebih gampang dijelaskan kalau profesi ini sama dengan perawatnya muggle. Beliau sangat sibuk dan kadang tidak pulang sampai beberapa hari. Tahun kemarin appa bahkan menjadi salah satu staf Kesehatan yang ikut bersama tim Quidditch Korea untuk Piala Dunia Quidditch yang dilaksanakan di Spanyol (kami sekeluarga ikut menonton). Kabarnya, beliau akan naik pangkat, tapi kami sudah menantikan itu selama beberapa tahun dan beliau masih belum naik pangkat juga. Tapi tak masalah, bayaran Mediwizard tahun kelimanya sangat besar, jadi kamipun tinggal di apartemen mewah di daerah Itaewon.
Berikutnya, aku mau cerita tentang ketiga saudaraku. Berapa? Tiga? Ya, aku anak keempat dari empat bersaudara Kim. Aku punya dua oppa dan satu eonni. Dan yang menarik, mereka semua adalah penyihir!
Yang pertama, oppa-ku yang tertua yaitu Kim Daejung, dia akan segera berumur 15 tahun dan bersekolah di Yoora School of witchcraft and wizardry (perlu dicatat bahwa semua saudaraku bersekolah disana). Oppa-ku ini humoris, jadi dimana saja dia berada selalu ada tawa yang dibawanya; selain itu dia juga ramah dan perhatian, dia tidak pernah berselisih paham dengan kami saudara-saudarinya, dan dia terutama sering memanjakan aku, banyak orang bilang aku beruntung punya oppa seperti dia; tapi yang paling membanggakan tentu saja adalah otaknya yang encer. Tahun ini oppa akan memulai tahun O.W.L-nya (re: Ordinary Wizarding Level sebuah tahun yang katanya merupakan tahun mematikan bagi seluruh murid kelas 5 sekolah sihir di seluruh dunia), tapi sepertinya oppa tidak akan mendapat masalah apapun karena tahun kemarin, oppa mendapatkan nilai O (re: Outstanding – luar biasa) di semua pelajaran yang diambilnya. Kim Daejung adalah kebanggaan keluarga kami – ya, hanya saja jika kami bisa berbangga pada orang lain.
Oppa-ku yang setahun lebih muda dari Daejung oppa adalah Kim Jungeun. Dia baru saja akan naik ke kelas empat tahun ini. Secara akademis, Jungeun oppa memang tidak mendapatkan nilai sempurna O di semua mata Pelajaran, meskipun sejak kelas satu nilainya selalu paling sempurna di pelajaran Astronomy (oppa sudah tergila-gila dengan langit malam sejak kecil, jadi dia dibelikan teropong Bintang yang mengandung sihir di ulang tahunnya yang ketujuh), rapot akhir kelas tiganya menunjukkan nilai sempurna untuk Pelajaran Arithmancy (Bahasa muggle-nya adalah Pelajaran yang mirip matematika) yang luar biasa rumitnya. Dan dengan percaya diri, Jungeun oppa akan terus belajar Arithmancy tahun ini juga. Jungeun oppa adalah seseorang yang empatik dan peka (kadang appa bilang dia agak sedikit sensitif dan gampang menangis) dan dia adalah pemilik utama dari kucing kami Hyun (yang bulunya bisa bertukar-tukar warna, lucu kan) karena Hyun sangat mendengarkan dia. Jadi Jungeun oppa membawanya ke sekolah. Selain itu, Jungeun oppa sejak tahun kemarin adalah beater di tim Quidditch asrama Chaeksong (semua saudaraku juga di asrama ini, dan menurut appa, beliau juga dari asrama ini dulunya). Aku ingin sekali menonton oppa-ku yang katanya gampang menangis ini malah jadi garang dan bisa memukul bludger dengan keras dan tepat (kata Daejung oppa). Aku iri karena aku tidak bisa menontonnya.
Satu-satunya eonni-ku adalah Kim Jungsook yang usianya hanya terpaut satu tahun dari aku, jadi eonni sekarang di tahun keduanya di Yoora. Eonni adalah seseorang yang bertekad kuat dan cenderung gampang sedih jika keinginannya tidak tercapai (menurutku eonni lebih sering menangis dibanding Jungeun oppa). Terkadang kami banyak mengalah supaya eonni bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, tapi eonni sangat sayang padaku. Jujur aku sangat kesepian semenjak eonni masuk Yoora tahun kemarin. Aku dan eonni teman sekamar dan aku sering memandangi ranjangnya yang kosong, seperti hatiku yang kosong ketika merindukan tawanya yang khas itu. Berbeda dengan para oppa, eonni tidak punya tekad yang kuat untuk belajar (tekadnya dialihkan ke hal-hal lain yang bukan bersifat akademis), tapi sepanjang liburan ini dia bercerita bahwa pelajaran kesukaannya adalah Charms (re: kelas mantra) dan bilang tidak sabar ingin mempraktekkan mantra sepuasnya ketika umurnya sudah 17 tahun nanti – well, masih lama, itu masih 5 tahun lagi.
Begitulah cerita tentang keluargaku. Mengapa tadi aku bilang hanya 80% dari kami yang penyihir? Sisa 20%nya adalah aku dan eomma.
Ya benar, eomma adalah seorang muggle yang tidak sengaja bertemu dengan appa di Seoul University Hospital (sebelum appa bekerja di rumah sakit sihir, beliau benar-benar bekerja sebagai tim medis muggle dengan ijazah penyihir untuk mencari pengalaman dan belajar – keberadaan penyihir sekarang menjadi rahasia umum beberapa petinggi muggle di dunia, termasuk direktur Seoul University Hospital). Keduanya jatuh cinta dan akhirnya menikah. Eomma-ku Gok Daehwa, yang berumur tujuh bulan lebih tua dari appa (yang membuat tahun lahirnya jadi lebih tua satu tahun), nyaris pingsan ketika tau siapa sosok appa yang sebenarnya dan kemungkinan dia akan melahirkan keturunan yang seperti apa. Namun, krisis itu bisa dilewati dan pernikahan mereka yang berusia delapan belas tahun sangat awet sampai sekarang. Eomma adalah kepala sekolah dari Junghee International School di Seoul, tepatnya di departemen SD, tempatku sekarang bersekolah.
Ya, aku, Kim Soyoon, bersekolah di sekolah muggle. Sebenarnya rasanya pahit kalau menceritakan bahwa dari keempat bersaudara, akulah yang tidak menunjukkan bakat sihir sama sekali. Daejung oppa tidak sengaja menerbangkan garpu dan nyaris menusukkannya ke tangan Jungeun oppa ketika dia marah karena nilai pelajaran Bahasa Inggris-nya di kelas dua SD mendapatkan nilai 92; Jungeun oppa bisa secara ajaib keluar dari pintu kamar mandi yang terkunci (karena pegangan pintunya rusak) saat appa tidak di rumah untuk mengeluarkannya dengan mudah ketika dia kelas 1 SD; Jungsook eonni mulai punya kemampuan aneh untuk memadamkan lampu di rumah hanya dengan melotot sekian detik pada bola lampu yang tak bersalah sejak dia kelas 2 SD. Tapi hingga aku akan masuk kelas 5 SD, tidak ada bakat sihir yang aku tunjukkan. Aku iri sekali melihat saudaraku berangkat ke Yoora bersama appa sedangkan aku harus berangkat ke sekolah dengan eomma pada tanggal 1 Maret. Aku ingin punya tongkat sihir. Aku ingin punya sapu terbang (Jungeun oppa sudah dibelikan sapu sejak tahun kemarin karena dia anggota tim Quidditch dan Daejung oppa yang tidak menuntut apa-apa, akhirnya dibelikan sapu terbang dua minggu yang lalu, dengan model terbaru yang mahal). Aku ingin memakai seragam Yoora: kemeja lengan panjang putih yang dilapisi rompi dan rok selutut berwarna hitam, tepian bawah rok dihiasi list berwarna emas, dasi berbentuk pita berwarna merah dan dilapisi jubah berwarna pink dengan list emas di seluruh tepiannya dan sedikit warna hitam di bagian ujung lengan dilengkapi beberapa list emas, ada lambang Yoora di kedua lengan atasnya dan jubah itu dilengkapi satu kancing keemasan. Jungsook eonni terlihat sangat cantik saat mencoba seragam itu. Ada kemungkinan aku hanyalah seorang muggle, atau mungkin aku seorang squib (re: penyihir yang tidak punya kemampuan sihir). Penentuannya ada dalam beberapa hari lagi.
***
Sejak beberapa hari terakhir, keluarga kami mulai berbicara soal kapan mereka akan pergi ke Jishik (re: ini adalah daerah pertokoan penyihir yang tadi kubilang letaknya tersembunyi di Hongdae yang ramai itu) untuk mulai berbelanja keperluan mereka. Eomma tidak bisa pergi kesana karena seorang muggle, jadi tiap tahun appa selalu membawa aku dan saudara-saudaraku berbelanja disana tiap tanggal 21 Februari (sehari setelah surat dari Yoora datang – biasanya berisi pengumuman perlengkapan sekolah di tahun mendatang). Tapi aku tidak yakin tahun ini aku mau ikut kesana karena itu hanya akan membuatku sedih dan iri.
Aku mendengar suara ketukan di pintu kamarku.
“Soyoon-ah, boleh oppa masuk?”
Daejung oppa rupanya. Aku segera duduk tegak di tepian ranjangku sambil merapikan rambut panjangku yang agak berantakan karena tadi sempat tiduran.
“Ya oppa.”
Aku sedang sendirian di kamar karena Jungsook eonni sedang ke supermarket dengan eomma. Mereka mengajakku tapi mood-ku sedang jelek sekali. Daejung oppa tersenyum dan duduk di ranjang Jungsook eonni di seberang ranjangku.
“Kenapa kau sendirian disini? Tidak mau menghabiskan waktu bersama oppa? Sebelas hari lagi kita akan berpisah dan bertemu lagi di liburan musim panas nanti. Kau tidak merindukan oppa?”
Aku menjawabnya cepat, “tidak, oppa, tentu saja aku merindukan oppa, meski liburanku lebih pendek dari liburan sekolah oppa.”
“Kalau begitu kenapa kau terlihat murung? Kau bahkan tidak memakan cokelat kodok yang oppa belikan di kapal saat pulang kesini. Nanti cokelatnya meleleh karena sudah hampir satu bulan. Kotaknya edisi khusus yang sangat sulit didapat.”
Aku menundukkan kepalaku, “maaf oppa, aku cuma… aku cuma…”
Mataku panas dan terasa basah, tapi aku tak ingin menangis. Bagaimana mungkin aku bilang pada oppa kalau aku iri pada mereka yang merupakan penyihir? Bukankah aku akan terkesan egois?
“Kau bukan seperti yang kau pikirkan.”
Aku mendongakkan kepalaku, dan dengan mataku yang masih berair karena air mataku masih menggenang disana, aku melihat Daejung oppa masih tersenyum tenang.
“Kau bukan muggle atau squib.”
Sepertinya Daejung oppa baru saja membaca pikiranku.
“Tapi oppa… aku tidak seperti oppa dan eonni. Aku tidak spesial. Mengapa oppa bisa dengan yakin bilang begitu?”
“Oppa punya perasaan. Dan biasanya itu selalu tepat. Kau penyihir, Soyoon.”
“Tapi oppa…”
“Bisakah berjanji satu hal pada oppa?”
Aku mengerjapkan mataku, “apa itu oppa?”
“Maukah sekarang kau makan satu coklat ini supaya pikiranmu tenang dan pergi tidur? Besok adalah tanggal 20 Februari. Kita akan tau segalanya besok, dan perasaan oppa sangat baik tentang hari esok.”
Aku membulatkan mataku: benar, besok adalah tanggal 20 Februari. Kenapa tanggal itu begitu spesial? Itu karena setiap tanggal 20 Februari di jam 8 pagi, Yoora School akan mengirimkan burung hantu yang membawa surat ke seluruh pelosok negri untuk mengantarkan surat dimulainya tahun ajaran baru (tanggal 1 Maret), tiket kapal, surat berisi keperluan dan daftar buku murid, dan yang paling penting, surat undangan penerimaan murid baru. Apakah mungkin besok ada 4 burung hantu yang datang ke rumah kami untuk mengantar surat? Well, mungkin 5 karena biasa ada burung hantu yang membawa koran langganan appa. Mungkinkah? Bolehkah aku berharap?
“Sekarang, makan coklat ini dulu ya.”
Daejung oppa membuka bungkus coklat kodok yang berwarna keemasan dan dengan secepat kilat, kodok besar berwarna coklat melompat dari bungkusnya tanpa sempat ditangkap olehnya.
“Soyoon, jendela!”
Terjadi keributan dan bunyi gedubrakan keras saat aku menutup jendela kamarku dan Daejung oppa yang jatuh ke karpet ketika berusaha menangkap kodok yang sangat lincah itu. Tiba-tiba pintu kamarku menjeblak terbuka (membuat kami berdua terkejut) dan ternyata Jungeun oppa muncul.
“Ada apa? Apa kalian berkelahi?” tanyanya asal.
Sementara dari antara kedua kakinya, Hyun sudah melesat masuk ke kamarku dan mulai mengejar si kodok juga dan membuat bulunya rontok ke ranjang Jungsook eonni.
“Jungeun, tutup pintunya, tangkap kodoknya!”
Jejak kodok yang melompat meninggalkan bekas coklat dimana-mana (Jungsook eonni akan mengamuk ketika dia melihat ada bekas coklat di boneka teddy bear kesayangannya) dan tentu itu akan mengundang semut ke dalam kamarku. Jungeun oppa sigap dan menutup pintu kamar, sedangkan aku, Daejung oppa dan Hyun masih belum berhasil menangkap kodoknya. Sejurus kemudian, pintu terbuka lagi dan Jungeun oppa memegang tongkat kayu pendek lonjong di kedua tangannya dan memasang kuda-kuda.
“Hyung, tangkap kodoknya!”
Sebelum aku mengerti apa yang terjadi, Jungeun oppa memukul kodok yang berusaha keluar dari kamarku, terdengar suara keras yang mirip suara jeli dalam ukuran besar jatuh ke lantai – tapi kodoknya tidak hancur – karena aku melihatnya terbang ke pelukan Daejung oppa yang menangkapnya dengan gaya kiper yang menjaga gawang, berlutut di karpet. Si kodok tidak berdaya dalam pelukan Daejung oppa dan membuat kaos hitamnya ada bercak kecoklatan di bagian dadanya dan di sekitar lengannya. Dengan berani dia mengambil kodok yang sedikit remuk di bagian kepalanya dan menjejalkannya ke mulutku yang terbuka karena masih terkejut dengan adegan yang kulihat. Kodoknya besar sekali dan nyaris tidak muat di mulutku, tetapi Daejung oppa memasukkannya dengan sedikit paksaan dan aku menutup mulutku sesudahnya. Coklatnya enak sekali, tapi perjuangan kami tadi sangat luar biasa.
“Pukulan yang hebat, beater Chaeksong. Mungkin kita akan menang piala Quidditch lagi tahun ini?” tanya Daejung oppa sambil nyengir.
“Hanya jika aku selalu main di semua pertandingan, hyung.”
Jungeun oppa nyengir juga, cengiran yang persis sama dengan Daejung oppa. Tapi sedetik kemudian, kami bisa mendengar teriakan yang mungkin bisa didengar hingga tetangga apartemen sebelah, atas dan bawah kami.
“APA YANG TERJADI DENGAN KAMARKU? DENGAN RANJANGKU?”
Jungsook eonni berdiri di belakang Jungeun oppa meletakkan kedua tangannya di sisi kepalanya, tampak frustasi melihat kekacauan yang terjadi.
“Aku… aku akan bertanggungjawab, Jungsook,” ucap Daejung oppa tergagap.
“EOMMA LIHAT KAMARKU!”
Daejung oppa benar, aku sebaiknya menunggu besok dengan sabar. Dan coklatnya sangat enak dan menenangkan. Aku akan bisa tidur dengan baik malam ini.
***
Keesokan hari tiba dan aku memang selalu kesulitan bangun kecuali ada suara cukup keras atau teman sekamarku (dalam hal ini Jungsook eonni) bangun. Eonni sepertinya bangun terburu-buru dan membuat suara langkah kaki yang tergesa-gesa. Aku mau tak mau membuka mataku dan melihat jam dinding digital kami menunjukkan sepuluh menit kurang dari jam delapan. Seketika aku duduk karena tau apa yang membuatnya terburu-buru. Aku ikut berlarian keluar kamar dan melihat keluargaku sudah berkumpul di sofa ruang keluarga. Daejung oppa berdiri di dekat jendela dan membukanya. Tentu saja, kami semua berharap burung hantu-burung hantu spesial dari Yoora akan datang jam delapan nanti. Aku duduk di satu-satunya tempat di antara Jungeun oppa dan Jungsook eonni sedangkan appa dan eomma menempati masing-masing dua single sofa. Jungeun oppa merangkul pundakku.
"Jangan khawatir, dongsaeng, burung hantu akan datang untukmu," ucapnya sambil mengangguk, membuatnya tampak lebih bijaksana dari biasanya.
"Appa juga yakin begitu," ujar appa sambil tersenyum.
"Meskipun aku tidak menunjukkan bakat sihir?" tanyaku sambil mengerjapkan mataku.
"Eommapun rasanya percaya kamupun penyihir," ujar eomma sambil tertawa sekilas, "sepertinya kau tidak akan kembali ke sekolah di kelas lima nanti."
Sebelum aku bisa menjawab apapun, suara Daejung oppa menyela pembicaraan kami, "aku melihat burung hantunya! Satu... oh ya yang berwarna coklat besar itu membawa Ilson Sinmun langganan appa, dan burung hantu hitam dengan kalung berwarna pink dan surat besar berwarna pink... satu... dua... tiga..."
"Empat!" teriak Jungsook eonni, yang saking bersemangatnya sudah melompat untuk bergabung dengan Daejung oppa, "Soyoon, itu pasti datang untukmu!"
Daejung oppa dan Jungsook eonni agak menepi supaya bulu burung hantu tidak jatuh ke kepala mereka saat mereka beterbangan masuk mencari pemilik surat. Ada butiran-butiran salju di bulu-bulu mereka yang lebat, sepertinya menempuh perjalanan yang cukup jauh. Burung hantu coklat besar menjatuhkan koran ke pangkuan appa dan menyodorkan kakinya yang berkantong kulit kecil untuk minta bayaran (appa dengan lugas memasukkan dua koin perunggu ke kantong itu) dan dengan angkuh seolah sibuk sekali, burung itu sudah terbang keluar sebelum burung hantu dari Yoora selesai dengan tugas mereka. Daejung oppa dan Jungeun oppa mengulurkan tangan mereka dan dua burung hantu hitam menjatuhkan surat mereka ke tangan yang terjulur itu; Jungsook eonni menjulurkan tangannya ke atas tapi suratnya malah jatuh ke kepalanya; dan burung hantu terakhir mendarat dengan perlahan ke pangkuanku sambil menjulurkan suratnya ke hadapanku. Aku bisa membaca suratnya: Kim Soyoon, Chulki Apartment 502, Itaewon, Seoul dan selain amplop suratnya menyolok karena berwarna pink, ada lambang dua perisai (yang lebih besar berwarna keemasan sedangkan yang lebih kecil berwarna biru, hijau dan oranye dengan list luar berwarna pink) ada dua kepala chimera di setiap sisi perisai yang lebih kecil. Ya, chimera adalah lambang dari Yoora School of witchcraft and wizardry. Surat ini benar-benar untukku. Dengan gemetaran aku mengambil surat itu. Appa dan eomma duduk mengapitku (setelah Jungeun oppa bergabung dengan Daejung oppa dan Jungsook eonni di atas karpet untuk membuka surat mereka). Eomma megelus rambutku dengan lembut.
"Lihat, apa yang eomma katakan benar kan? Besok eomma akan sibuk mengurus proses perizinanmu berhenti sekolah."
"Tidak akan terlalu sulit lagi karena sudah yang keempat kalinya kan?" celetuk appa sambil tertawa.
Aku merobek tepian surat dengan hati-hati dan menarik isinya: ada selembar perkamen besar yang dilipat dan sebuah tiket jatuh ke pangkuanku. Tiket itu juga berbahan perkamen dengan warna khasnya yang kecoklatan, di satu sisi tiket itu terdapat gambar kapal kuno abad pertengahan (kau tidak akan bisa melihat kapal seperti ini lagi sekarang di tahun 2000an ini, sekalipun iya, aku yakin kau tidak akan mau menaikinya karena alasan keamanan, kapalnya terlihat rapuh dan akan dikalahkan oleh badai dengan mudah) dengan tiga layar besarnya (yang terdapat lambang Yoora School di layarnya). Selama ini aku tidak pernah melihat kapal ini ataupun mengantar saudaraku karena aku juga mulai sekolah di hari yang sama. Kapal itu dikhususkan untuk membawa murid Yoora School dan katanya ukuran dalam kapal itu sudah diperbesar dengan sihir. Aku membalik tiket kecil itu dan membaca tulisannya:
Kim Soyoon
Yoora School of witchcraft and wizardry
1st year
Keberangkatan tanggal 1 Maret jam 9 pagi
Membaca tulisan yang meliuk-liuk itu makin membuatku bersemangat. Aku membuka perkamen besarnya dan rupanya ada dua lembar perkamen disitu. Aku membaca perkamen yang paling atas:
Kepada Kim Soyoon
Di tempat
Melalui surat ini, dengan senang hati kami menyatakan Anda telah diterima di Yoora School of witchcraft and wizardry. Pada kertas berikutnya, Anda akan menerima daftar perlengkapan yang diperlukan untuk memulai
“-tahun keempat Anda,” baca Jungeun oppa dengan keras dan lantang.
Sedangkan suratku tertulis tahun pertama Anda. Dan yang bertandatangan di bawah adalah Lee Seunghyeon, dengan jabatannya wakil kepala sekolah.
“Lee Seunghyeon…” sebutku perlahan.
“Profesor Lee adalah wakil kepala sekolah yang keren,” sela Jungsook eonni, “beliau mengajar kelas terbang dan sangat sabar dengan murid-murid yang tidak bisa terbang.”
“Salah satunya kau,” kata Jungeun oppa sambil lalu karena dia sibuk membaca peralatan yang perlu dibawanya.
“Ya, salah satunya aku,” cibir Jungsook eonni, “dan beliau mengajar kelas ekstrakulikuler Art juga.”
“Kau harus mulai memikirkan kelas ekstra juga, Soyoon,” ujar Jungeun oppa yang matanya masih terpancang pada perkamen di tangannya.
Aku sudah membaca lembaran kedua.
Daftar buku kelas 1:
Celestial Alchemy: Secrets of The Starry Night by Heng, Kong untuk kelas Astronomy
Whispers of the Enchanted Charms Grade 1 by Chungho, Sop untuk kelas Charms
Shadows Unbound: Mastering the Art of Dark Defense by Carbry David untuk kelas Defence Against The Dark Arts
The Enchanted Garden: Secrets of Magical Herbology by Olivier Desmarais untuk kelas Herbology
The Enchanted Scroll: Secrets of Ancient Sorcery by Bear Ridge untuk kelas History of Magic
Elixirs of Enchantment: Secrets from The Wizard’s Brew by Slavomir Biery untuk kelas Potions
The Alchemist’s Veil: Secret of Transfiguration for Beginner by Filipo Calballero untuk kelas Transfiguration
Daftar peralatan kelas 1:
Teleskop biasa
Tongkat sihir
Peralatan menanam dasar (sekop kecil dan sarung tangan berkebun)
Peralatan ramuan dasar (belladonna, minimal sepuluh botol ramuan, timbangan dan kuali perunggu ukuran 26 dan 31, spatula perunggu)
Alat tulis secukupnya (pena bulu, botol tinta, perkamen)
Satu set jubah sekolah dan pakaian lainnya yang diperlukan
Murid juga diperbolehkan untuk membawa satu hewan peliharaan yang tidak berbahaya seperti anjing kecil (silakan hubungi petugas sekolah untuk pemeriksaan ukuran anjing sebelum tanggal 1 Maret), kucing, kodok, kura-kura dan burung hantu
"Sepertinya kita akan punya guru ramuan baru," kata Jungsook eonni, "bukunya diganti. Aku disuruh membeli buku yang sama seperti Soyoon."
Entah sejak kapan Jungsook eonni ada di balik bahuku dan ikut membaca suratku.
"Berarti cukup banyak yang harus kita beli. Bawa sini semua surat kalian dan biar appa rekap buku baru apa saja yang perlu kita beli, tentu dengan bantuan kalian," ujar appa, menyingkirkan korannya dan memanggil kertas (ya, memanggil, bukan mengambil, dengan sihir, jadi kertas dari kamarnya melayang menuju meja ruang keluarga) dan sejurus kemudian sebuah pena juga melesat cepat menuju tangannya.
Sungguh keren sudah bisa melakukan sihir tanpa tongkat sihir, apalagi appa tidak mengucapkan mantra apapun.
"Ini appa, aku akan butuh – aduh!"
Daejung oppa mengeluh karena di dalam ketergesaannya berdiri, amplopnya terbalik dan ada sebuah lencana keluar dari amplop itu, dan bagian runcingnya jatuh ke punggung kakinya. Semua mata sekarang tertuju ke lencana itu. Lencananya berbentuk perisai (seperti bentuk perisai kecil di lambang Yoora) bingkainya berwarna perak dan di dalam bingkainya ada gambar anjing berbulu hijau dengan tiga kepala – Cerberus, dan huruf besar P berwarna perak di tengahnya. Cerberus merupakan hewan mitologi yang menjadi lambang asrama Chaeksong. Jungeun oppa terkesiap sambil menunjuk lencana itu.
"Hyung, kau menjadi prefek!"
Sekarang semua sibuk mengerumuni Daejung oppa yang tampak malu-malu. Prefek adalah sejenis ketua asrama (ketua kelas, kalau di sekolah muggle) dan biasanya ada dua prefek yang akan dipilih di setiap asrama dari murid tahun kelima (Daejung oppa pernah bercerita soal ini tahun kemarin). Hanya ada satu atasan mereka yaitu Head Boy dan Head Girl atau Ketua Murid yang biasanya hanya ada dua di sekolah dan menjabat di tahun ketujuh mereka, bisa kita katakan mereka ketua Students Committee-nya muggle, tapi bedanya mereka tidak sendirian melainkan berdua.
"Kira-kira siapa ya Prefek satunya?" tanya Jungsook eonni.
"Aku berani bertaruh pasti Jo Minji noona," tebak Jungeun oppa.
"Kau mau dibelikan peliharaan apa nanti, Soyoon?" tanya eomma lembut.
"Entah, eomma, aku akan memikirkannya malam ini."
"Ya, pikirkanlah itu. Anggap saja peliharaannya hadiah dari eomma ya."
"Terima kasih, eomma."
***
No comments:
Post a Comment